Bismillaahirrohmaanirrohiim,
Cirebon, Indonesia
December 6th 2020
To
COVID-19 Prophet,
WHO
In Place
With this, I am sending you a writing to arouse the willingness to fight against the colonialization of human race in all over the world by COVID-19 religion. Just like what you have been teaching us all this time.
May Allooh SWT, the most gracious the most merciful, grants the win to people who use their intelligence in the fight against the cursed Iblis. The cursed Iblis who is trying to become a God on earth.
Taufiq bin Muhibbuddin bin Muhammad Waly bin Malin Palito
Bismillaahirrohmaanirrohiim,
AGAMA COVID-19, VAKSIN DAGELAN DAN VAKSIN HORROR
(Lawan Penjajahan COVID-19)
Syarif, dr. Tgk. H. Taufiq bin Muhibbuddin bin Muhammad Waly bin Muhammad Salim bin Malin Palito, Sp.PD
Seluruh manusia pasti mempunyai rasa takut. Trauma kelahiran, pada saat manusia keluar dari kandungan ibunya, adalah penyebab adanya rasa takut itu. Trauma kelahiran yang tetap ada, walaupun manusia tersebut dilahirkan secara seksio sesaria.Akibat trauma kelahiran itu, timbullah id Allooh.(1) Suatu dorongan untuk menuruti dan menyembah sesuatu yang dapat menghilangkan rasa takut itu. Maka, betapapun tidak rasional manusia tetap menyembah batu, gunung, laut, binatang luas, patung-patung, ataupun penguasa-penguasa yang zalim. Sampai dengan muncullah Ibrahim, seorang manusia cerdas yang menyembah Tuhan yang tidak terlihat dan diyakininya dapat menghilangkan rasa takut itu.(2) Dalam hemat saya, pada manusia berakal, id Allooh akan mencapai kepuasannya setelah memahami isi quran.(3)Nabi WHO memperalat rasa takut itu. Mereka menciptakan penyakit COVID-19 yang penuh dengan horor. Dan dengan ketakutan terhadap penyakit itu, Nabi WHO mengobrak-ngabrik seluruh ajaran agama. Sehingga terbentuklah suatu ajaran-ajaran baru pada seluruh agama di dunia ini. Itulah dia agama COVID-19. Siapa saja yang menentang agama COVID-19, maka mereka semua bisa mati akibat kerusakan pada seluruh organ tubuhnya. Terlebih lagi bila manusia tersebut telah mempunyai penyakit kronik.( 4,5,6,7,8,9)Penyakit inipun sangat menular. Karena itu siapa saja yang tidak mengikuti ajaran nabi WHO, dia terancam untuk dipenjarakan selama 2 minggu. Baik di rumahnya sendiri ataupun di rumah sakit. Di rumah sakit, dia akan diletakkan dalam kamar seorang diri dan semua yang datang padanya, berpakaian seperti astronot (karena takut tertular COVID-19). Bila dokter dan perawat itu, tidak memakai pakaian astronot, maka mereka diancam untuk dipenjara selama 2 minggu pula. Bahkan bisa berminggu-minggu, bila swab tenggorokannya selalu positif.
Seorang yang sehat, tanpa gejala apapun dapat dipenjara selama 2 minggu, hanya karena bersalaman (tanpa sarung tangan) dengan seseorang yang dianggap probable COVID-19 (didiagnosa sebagai kontak erat). (10,11) Sering pula seseorang dimasukkan sebagai kontak erat, betapapun hanya berhubungan dengan orang-orang suspek COVID-19. Selain bersalaman, dengan hanya berpandangan mata saja (tanpa pelindung mata), dalam jarak kurang dari 1 meter dan waktu minimal 15 menit orang tersebut dapat pula dipenjara selama 2 minggu. Karena dianggap sebagai orang-orang dengan kontak erat. (10,11). Dan bila orang tersebut tidak mau memeriksa swab tenggorokan kemudian mati dipenjara (karena sebab apapun juga, misalnya dehidrasi berat akibat diare, serangan jantung, stroke dan sebagainya), maka jenazahnya harus dimasukkan dalam kresek plastik, peti mati, disholatkan dan kemudian secepat mungkin dikuburkan. Karena COVID-19 dapat menyebabkan segala hal yang buruk terjadi.Baru bisa terlepas dari protokol jenazah COVID-19 itu, bila kematiannya memang dipastikan bukan oleh karena COVID-19 misalnya trauma.(10)
Gejala flu musiman, yang saat ini menimpa belahan bumi Utara, hampir seluruhnya dapat dimasukkan dalam diagnosis suspek COVID-19 atau probable COVID-19 berdasarkan ajaran nabi WHO.(10) Itulah penyebab kenapa nabi WHO, menyatakan bahwa pandemi COVID-19, akan menimpa belahan bumi bagian Utara dalam akhir tahun ini.(12) Pada bulan November kemarin, hampir seluruh Eropa Barat telah melakukan lockdown atau partial lockdown akibat serangn COVID-19 (sesuai dengan keinginan WHO). (13)
Untuk terbebas dari penjara secepatnya, maka seseorang dengan diagnosa suspek COVID-19 harus negatif pemeriksaan swab tenggorokannya sebanyak 2x berturut-turut.(11) Harga pemeriksaan swab tenggorokan termurah di Indonesia adalah 900 ribu. Di lain pihak penghasilan penduduk miskin di Indonesia hanyalah 450 ribu per bulan.(16) Dengan demikian, adalah wajar bila orang miskin tersebut berusaha menghindar atau menolak dari pemeriksaan swab tenggorok. Supaya dia tidak ditangkap dan dipenjara selama 2 minggu. Di lain pihak seorang gubernur di Indonesia, membuat peraturan, bahwa siapa yang menolak untuk diperiksa rapid test atau swab tenggorok atau divaksinasi, akan didenda sebanyak 5 juta rupiah.(14) Suatu peraturan yang sepengetahuan saya, tidak ada di belahan bumi manapun kecuali di Indonesia.
Dengan apa yang dituliskan di atas, maka demi menghindarkan kematian dan dipenjara selama 2 minggu, menjaga jarak atausocial distancing menjadi kewajiban yang harus dilakukan. Maka terjadilah ajaran-ajaran baru dalam masalah keagamaan. Suatu hal yang memastikan, bahwa telah terjadi agama baru di dunia ini, yaitu agama COVID-19, misalnya dalam agama Islam. Sholat berjamaah, haruslah berjarak minimal 1 meter. Orang-orang di atas 50 tahun, tidak diperbolehkan untuk naik haji dan umrah.Tidak perlu upacara keagamaan pada orang-orang yang meninggal akibat COVID-19. Orang yang menggelar pesta pernikahan, akan di denda, bila tamu yang datang melebihi standar yang telah di tetapkan, tak perlu lagi mencium tangan orangtua dan sebagainya.
Akibat harus menjaga jarak itu, anak-anak tidak boleh bersekolah dan dipaksa untuk akrab dengan gadget. Suatu hal yang dihindari oleh Bill Gates pada anaknya sendiri ketika masih kanak-kanak.(15)
Semua penduduk dunia harus sesering mungkin memakai masker. Razia masker harus digalakkan. Pernah terjadi undang-undang, yang mengharuskan memakai masker, walaupun membawa kendaraan seorang diri. Bahkan untuk menghindari kemurkaan Tuhan COVID-19 ini, kadang kita temukan orang dengan memakai masker dan penutup wajah, pada saat bermain komputer seorang diri di kamarnya. Begitupun dengan usaha membuka pintu dengan menggunakan badan bukan dengan tangannya. Cuci tangan dan hand sanitizer, berkali-berkali menjadi kewajiban bagi seluruh manusia yang hidup di dunia ini. Termasuk pemeriksaan suhu, bila datang ke tempat yang ramai.
Demikianlah, ketakutan akan kemurkaan Tuhan COVID-19, membuat manusia berubah cara hidupnya. Mereka mengikuti semua yang diajarkan nabi WHO.
Untuk mengurangi kematian akibat kemurkaan Tuhan COVID-19, maka nabi WHO, meminta semua manusia di bumi untuk divaksinasi. Di lain pihak, efek samping akibat kepercayaan akan keganasan COVID-19, membuat sebagian penduduk bumi, takut untuk divaksinasi. Suatu survei di Indonesia dari 2109 responden dengan pendidikan S1, 56%-70% tidak ingin divaksinasi dengan vaksin-vaksin yang saat ini ada atau sedang dikembangkan di Indonesia (vaksin universitas Airlangga, vaksin Biofarma, vaksin Sinovac, dan vaksin Merah Putih dari lembaga Eijkman). (16) Apa yang terjadi di Korea Selatan, dimana 59 orang mati akibat vaksinasi flu, menambah ketakutan itu.(17) Betapapun pemerintah Korea Selatan, telah membantah hal tersebut berhubungan dengan vaksin flu yang mereka berikan.
Karena rasa takut itulah, masyarakat meminta, bila ada vaksin, maka yang terlebih dahulu divaksinasi adalah para pejabat negara. Atau baru mau di vaksin bila para ulama Saudi dan Mesir, bersedia di vaksinasi. Padahal bisa terjadi bahwa vaksin yang saat ini akan diberikan seluruhnya adalah vaksin dagelan saja. Vaksin dagelan dalam arti, tidak memberikan imunitas untuk melawan COVID-19. Atau vaksinasi itu identik dengan menyuntikkan air atau vitamin. Badan merasa lebih segar dan tidur bertambah nyenyak setelah divaksin.Dengan vaksin seperti itu bisa terjadi bahwa presiden dan pemimpin di seluruh dunia ini dengan sukarela, akan bersedia divaksinasi terlebih dahulu dengan vaksin dagelan tersebut. Dan para ulama Saudi atau Mesir membuat fatwa bahwa vaksinasi baik untuk kesehatan tubuh manusia. Semua itu di lakukan karena mereka sangat percaya akan ajaran nabi WHO, yang mengatakan bahwa vaksin itu bukan vaksin dagelan. Dan nabi WHO menjamin keselamatan mereka setelah di vaksinasi. Akibat para pemimpin dan ulama mereka telah di vaksinasi maka milyaran penduduk bumipun akan bersedia untuk divaksinasi dengan vaksin dagelan tersebut. (Betapapun vaksin dagelan tersebut akan terus diulang-ulang pada seluruh penduduk bumi itu). Pengulangan yang dapat terjadi sampai hari kiamat tiba.Pengulangan vaksinasi secara keilmuan dapat dimengerti. Oleh karena COVID-19, adalah penyakit ganas yang mematikan dan cepat menular. Di lain pihak, kekebalan itu, mempunyai jangka waktu yang terbatas dan virus seringkali bermutasi menjadi tipe lain. Itulah sandiwara besar yang akan terjadi. Sandiwara yang akan menghabiskan uang triliunan dollar. Sandiwara yang akan membuat negara-negara miskin dan berkembang menjadi negara-negara Sudra dan Pariah.
Negara-negara di dunia pada saat ini sedang berlomba-lomba untuk membuat vaksin COVID-19. Ada 200 vaksin yang sedang dalam penelitian. (18) Walaupun demikian hanya 10 vaksin yang diakui telah memasuki uji klinis tahap 3 dari WHO (dari 45 kandidat vaksin yang telah memasuki uji klinis).(19)
Vaksin-vaksin tersebut adalah:
1. Vaksin inactivated yang dikembangkan Sinovac.
2. Vaksin inactivated yang dikembangkan oleh Wuhan Institute of Biological Products/Sinopharm.
3. Vaksin inactivated yang dikembangkan oleh Beijing Institute of Biological Products/Sinopharm.
4. Vaksin ChAdOx1-S yang dikembangkan oleh University of Oxford/AstraZeneca.
5. Vaksin Ad5-nCoV yang dikembangkan oleh CanSinoBiological Inc./Beijing Institute of Biotechnology.
6. Vaksin (rAd26 S+rAd5-S) yang dikembangkan oleh Gamaleya Research Institute.
7. Vaksin Ad26COVS1 yang dikembangkan oleh Janssen Parmaceutical Companies.
8. Vaksin protein Subunit yang dikembangkan oleh Novavax.
9. Vaksin LNP-encapsulated mRNA yang dikembangkan oleh Moderna/NIAID.
10. Vaksin 3 LNP-mRNAs BioNTech/Fosun Pharma/Pfizer
Saya telah membuat tulisan untuk membantah keyakinan masyarakat dunia, bahwa COVID-19 adalah suatu penyakit yang ganas.(20) Atau tidak usah di takuti seperti Tuhan. Ajaran nabi WHO mutlak harus di abaikan. COVID-19 hanyalah penyakit setingkat influenza saja. Cepat menular dan kematian tidak sampai 1%. Kesalahan dasar dari ajaran nabi WHO adalah menyamakan patogenesis COVID-19 identik dengan SARS/MERS. Bahkan COVID-19 lebih ganas lagi. Oleh karena COVID-19 di laporkan dapat memasuki sel-sel hampir seluruh organ-organ dalam tubuh manusia sehingga menyebabkan kerusakan organ-organ ataupun kematian.
Berdasarkan investigasi kepustakaan, didapatkan bahwa awal bermulanya penyakit ini, adalah dari kerusakan sel-sel di saluran nafas bagian atas. Jadi seperti influenza. Bahkan pasien HIV pun, yang tidak berobat dengan baik untuk HIV nya, tidak akan mati oleh karena COVID-19.(20)
Dilain pihak, terjadinya penyakit SARS yang mematikan itu, berawal dari terinfeksinya sel-sel di saluran nafas bagian bawah, yang dekat dengan sel-sel di paru-paru. Dengan demikian SARS akan mudah menyebabkan kerusakan paru-paru dan kematian. (20)
Mengatakan bahwa akan terjadi reaksi hebat dari tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan bermacam-macam organ tubuh, tidak akan terjadi. Karena teori tersebut di dasarkan pada penelitian dengan menyuntikkan virus penyebab COVID-19 pada tubuh tikus. atau virus itu langsung berada pada darah tikus. (20) Di lain pihak masuknya virus itu, ke tubuh kita, adalah melalui pernafasan kita. Sehingga gejalanya akan seperti flu biasa saja. Dan tidak mungkin merusak paru-paru terlebih lagi organ-organ dalam lainnya.
Dengan berdasarkan hal-hal seperti itu, penulis mengajak pada para dokter sedunia untuk menghilangkan kata SARS dari virus penyebab COVID-19 itu (SARS COV 2), menjadi COV 2 WUHAN. Kata WUHAN perlu di cantumkan sebagai catatan sejarah pada anak cucu kita ratusan tahun kedepan. Bahwa pernah terjadi pandemi virus Corona yang melanda dunia ini, dan di awali dari kota Wuhan Cina.
Diagnosa kematian atau cause of death tidak ada lagi yang disebabkan COVID-19. Contohnya adalah pada kasus yang dituliskan oleh Elhadi dkk. (21) Kasus kematian akibat multiorgan failure pada artikel itu, bukanlah disebabkan oleh COVID-19 dan HIV. Tetapi disebabkan kombinasi infeksi Dengue, infeksi bacterial dan HIV. Tidak perlu lagi ruang isolasi dan baju khusus dalam menghadapi COVID-19.
Herd Immunity atau kekebalan terhadap COVID-19, tidak akan terjadi. Baik secara alami (saling kontak antara manusia), maupun buatan (melalui vaksinasi). (20)
Pada infeksi di saluran nafas manusia, sIgA lah yang paling berperanan. sIgA lah yang membuat neutralizing antibodi, untuk menangkap virus COV 2 WUHAN dan kemudian komplek imun tersebut di hancurkan oleh makrofag. IgG dan IgM, membantu fungsi dari sIgA tersebut. Tetapi baik IgA maupun IgG dan IgM yang membentuk neutralising antibodi itu semuanya dibuat oleh sel plasma atau limposit B yang berada di saluran nafas bagian atas. Atau pada infeksi CoV-2 Wuhan yang paling berperanan adalah NALT (Nose Associated Lymphoid Tissues) dan MALT (Mucosa Associated Lymphoid Tissue). (22)
Jadi suntikan vaksinasi atau usaha untuk menciptakan limposit B memori, yang kemudian berubah menjadi sel plasma untuk membentuk neutralizing antibodi, sama sekali tidak berguna untuk mencegah rusaknya sel-sel di saluran nafas bagian atas. Sebab yang terpacu adalah limposit B memori yang berada di dalam darah. Sehingga efeknya yang paling utama adalah menangkap virus penyebab COVID-19 itu (COV 2 WUHAN) yang berada di dalam darah. untuk kemudian di hancurkan oleh makrofag. Fungsi itu di lakukan oleh IgM dan terutama IgG (karena dapat bertahan lebih lama). Begitu juga dengan sel T memori. Sel T memori yang berada di dalam darah, juga akan terpacu untuk membentuk sel limposit T sitotoksik, pada injeksi vaksinasi. Sehingga bila suatu saat COV 2 WUHAN masuk lagi ke darah, maka COV 2 WUHAN yang berada di dalam sel tubuh akan mudah di hancurkan.
Masalahnya adalah sangat sulit untuk virus penyebab COVID-19 itu, mencapai sirkulasi darah manusia. Virus tersebut akan turun dulu ke saluran nafas bagian bawah, baru kemudian ke paru-paru dan sirkulasi darah manusia. Padahal sebelum sampai ke saluran nafas bagian bawah virus tersebut telah di hancurkan oleh sIgA, sel natural killer, yang di bantu oleh IgG dan IgM serta limposit T sitotoksik/mukosa associated limpohoyd tissue/MALT.(22) Yang semuanya berada pada saluran nafas bagian atas. Atau IgG, IgM dan limposit T sitotoksik yang berasal dari limposit B memori dan limposit T memori yang terjadi akibat injeksi vaksin, kurang berguna untuk menahan rusaknya sel-sel di saluran nafas bagian atas. Atau infeksi berulang kali dari COVID-19 tidak dapat di cegah.
Seyogyanya yang di buat adalah vaksin melalui inhalasi atau intranasal. Tetapi limposit B memori dan T memori yang terbentuk maksimal hanya bertahan 2 bulan saja.[23] Sedangkan vaksin melalui darah (injeksi) bisa bertahan lama (dapat bertahun-tahun). Tetapi kelemahannya adalah hanya berefek bila COV 2 WUHAN berada di darah atau paru-paru. Tidak berefek ketika COV 2 WUHAN berada di sel sel mukosa saluran nafas bagian bawah, apalagi di bagian atas.
Bila kita ingin juga menciptakan vaksin yang berupa injeksi, maka vaksin yang di buat haruslah efektif, efisien dan safety. Efektif dalam arti vaksin tersebut diyakini akan mampu menghindari serangan COVID-19 berulang. Efisien dalam arti satu kali suntikan vaksin, dapat mencegah terjadinya infeksi berulang COVID-19 selama bertahun-tahun. Bila setiap tahun harus di vaksinasi atau tiap 3 bulan, maka vaksin tersebut tidak efisien. Safety berarti vaksin tersebut tidak memberikan efek samping yang berbahaya.
Vaksin dikatakan efektif bila memang terbukti bahwa vaksin tersebut menyebabkan adanya respon imunitas tubuh. Respon imunitas yang di ukur dengan terbentuknya immunoglobulin M dan G (terutama), adanya neutralizing antibodi, sel T sitotoksik dan sel natural killer (NK). Pembuktian adanya peningkatan sel NK ini perlu di lakukan. Sebab sel itu mempunyai fungsi yang lebih kuat ketimbang sel T sitotoksik. Karena sel NK, dapat membunuh virus ketika berada di luar sel maupun di dalam sel tubuh manusia.(23,24) Sedangkan sel T sitotoksik hanya berfungsi membunuh virus yang berada di dalam sel dari organ-organ tubuh manusia.(23,25) Tanpa dibuktikan adanya peningkatan sel-sel NK, apalagi sel T sitotoksik, maka semestinya penelitian vaksin tidak dapat naik ke fase 3 uji klinis.
Adanya gejala-gejala sistemik yang membuat rasa tidak nyaman (terutama demam/panas), adalah bukti kuat, bahwa yang di suntikkan memang sesuatu yang merangsang timbulnya imunitas tubuh. Injeksi vaksin yang hanya memberikan efek samping yang sama dengan injeksi placebo bahkan dapat menambah kesegaran setelah di vaksin, sudah sepatutnya di tolak untuk lanjut ke fase 3. Terlebih lagi di pakai untuk memvaksinasi. Vaksin DPT yang tidak menimbulkan demam (acellular vaccine) memerlukan booster yang lebih sering, sehingga menyebabkan biaya yang lebih besar. Outbreak Pertusis di Eropa dan Amerika, kemungkinan disebabkan oleh vaksin DPT acellular itu. Oleh karena itu negara-negara berkembang sebaiknya, tetap menggunakan vaksin DPT yang lama (cellular vaccine)[26,27]
Tanpa adanya data-data vaksin yang baik dan benar seperti apa yang penulis sampaikan di atas, maka vaksin yang saat ini di buat, kemungkinan besar hanyalah vaksin Dagelan saja. Vaksin dagelan inilah yang kemungkinan akan di produksi, ketimbang vaksin sungguhan. untuk membuat vaksin sungguhan di perlukan kekuatan virus yang memadai supaya timbul reaksi imunitas tubuh. Dan itu sangat berbahaya. Sebab injeksi vaksin virus COV 2 WUHAN menyebabkan virus tersebut langsung masuk kedalam darah dan kemudian masuk pada hampir seluruh sel dari organ-organ didalam tubuh (vaksin horror). Karena hampir seluruh sel pada organ-organ di dalam tubuh mempunyai ACE 2 pada permukaan membran selnya. Dan telah di buktikan bahwa ACE 2 mempermudah masuknya virus COV 2 WUHAN kedalam sel tersebut. Puluhan orang yang meninggal akibat vaksinasi flu yang terjadi di Korea Selatan harus di investigasi. Apakah mereka memakai vaksin dari virus COV 2 WUHAN atau bukan.
Dengan dasar di atas saya berkeyakinan bahwa vaksin yang di buat hanyalah vaksin dagelan saja. Perlu booster berkali-kali, supaya vaksin dagelan itu berubah menjadi vaksin betulan, demi menjaga keselamatan manusia yang di vaksinasi.
Dengan dasar itu biaya yang di keluarkan oleh suatu negara untuk vaksinasi COVID-19 pada penduduknya adalah sangat besar dan terus bertambah besar. Dengan demikian negara-negara yang berubah menjadi negara Sudra atau Pariah akan semakin banyak. Penjelasan lebih terperinci dari apa yang saya tulis diatas dapat di baca pada artikel saya yang berjudul COVID-19 AZAB ALLOOH PADA DUNIA ATAU DUNIA MENGAZAB DIRINYA SENDIRI (Suatu Diskusi Dengan Jurnal-Jurnal Internasional).(20)
Apakah 10 vaksin yang telah di acc WHO, masuk ke tahap 3, bukan merupakan vaksin Dagelan?
2 hal utama yang harus di penuhi sebuah vaksin, yaitu aman dan efektif. Aman dalam arti tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya. Dan efektif dalam arti dapat melawan infeksi COVID-19. Atau orang tersebut tidak terinfeksi COVID-19 lagi.
Penelitian vaksin mempunyai 2 tahapan yaitu tahapan pre-klinis dan klinis. Tahapan pre-klinik di lakukan pada hewan percobaan. Dan tahap klinis dilakukan pada manusia serta mempunyai 4 fase. Fase 1, 2, 3, 4. Pada semua fase itu keamanan dan keefektifan vaksin selalu di pantau.
Pada tahap 1, dihewan percobaan (uji preklinis) terutama yang di pantau adalah keamanan vaksin. Bila hewan percobaan mendapatkan efek yang berbahaya akibat vaksin, maka vaksin itu tidak dapat naik ke fase klinis yaitu percobaan vaksin pada manusia. Pada Fase 1 (uji klinis) di perlukan 20-80 relawan.[28] Pada fase ini terutama yang di tekankan adalah kemampuan tubuh untuk membentuk respon antibodi terhadap vaksin. Seyogyanya vaksin-vaksin yang tidak membentuk respon antibodi yang adekuat, tidak dapat naik ke fase 2. Pada fase 2 vaksin diberikan pada bermacam-macam karakteristik. Jumlah relawan mencapai ratusan.(28) Karakteristik yang di maksud adalah kategori umur, anak-anak, usia muda dan orang tua. (29) Jadi keutamaan fase 2 adalah untuk mengetahui keefektifan vaksin bila di berikan pada macam-macam kelompok umur. Atau respon antibodi/ immunogenitas berdasarkan kelompok umur. Vaksin tidak dapat naik ke fase 3, bila respon antibodi pada macam-macam kelompok umur tidak adekuat. Fase 3 adalah memberikan vaksin pada ribuan orang. Sehingga diperlukan waktu yang lebih lama. Sebab fase 3 terutama memantau keamanan vaksin serta efektifitasnya pada ribuan orang.(29) Efektifitas vaksin tidak di ukur dengan laboratorium lagi. Tetapi mengetahui, berapa banyak yang sudah di vaksin, namun masih terinfeksi COVID-19. Dalam fase 3 efek samping yang tidak terlihat pada fase 2 akan dapat terlihat. Fase 4 penelitan vaksin adalah menilai keamanan dan efektifitas vaksin, setelah vaksin tersebut di sebarkan pada masyarakat.
Dengan dasar apa yang di tuliskan di atas, maka untuk memastikan bahwa yang di suntikkan adalah sesuatu yang dapat meningkatkan respon imunitas seseorang terhadap COVID-19, seyogyanya ada laporan dari perusahaan vaksin tersebut, tentang immunogenitas yang terjadi setelah penyuntikan vaksin. Ini terutama terlihat pada uji klinis fase 1 dan kemudian fase 2. Sayangnya untuk mempercepat pembuatan vaksin, kedua fase itu dilakukan secara bersamaan. Adanya peningkatan IgG, sel T sitotoksik, sel natural killer, titer antibodi neutralizing yang tinggi menunjukkan bahwa yang di suntikkan adalah benar-benar vaksin. Bila salah satu dari hal-hal yang di sebutkan di atas, tidak ada, maka efektifitas vaksin tersebut di pertanyakan. Atau seyogyanya vaksin tersebut tidak di lanjutkan ke fase 3 uji klinis. Vaksin seperti itu pada ilmu penulis dapat di golongkan sebagai Vaksin Dagelan. Timbulnya panas juga menunjukkan efektifitas vaksin. Tanpa timbulnya panas pada mayoritas relawan yang di vaksin, maka cap sebagai Vaksin Dagelan perlu di pertimbangkan.
10 macam vaksin yang telah memasuki fase 3 uji klinis.
1. Sinovac (in activated vaccine, Chinese Company Sinovac, Biotech)
Dengan antigen setingkat virus mati, 2 vaksin Cina yaitu Sinovac dan SinoPharm ingin membuat vaksin, yang dapat melawan COVID-19. Sinovac ingin mengetahui apakah dosis rendah vaksin dapat efektif atau tidak. Dan juga ingin mengetahui apakah tanpa booster vaksin tetap efektif.
Dikatakan efektif menurut ahli Sinovac, bila vaksin dapat menimbulkan respon serokonversi IgG dengan titer > 1/160. Sedangkan antibodi neutralizing yang mempunyai efek adalah bila titernya > 1:8. Atau terjadi peningkatan titer lebih 4 kali lipat di bandingkan titer awal.(30)
600 relawan sehat umur 18-59 tahun, diberikan injeksi vaksin dosis 3 µg/0.5 ml, 6 µg/0.5 ml dan injeksi plasebo. Ada yang di berikan booster pada hari ke-14 dan ada juga yang di berikan booster pada hari ke-28.
Di dapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada efek samping antara yang diberikan suntikan vaksin dan yang diberikan suntikan placebo dalam 7 hari – 28 hari setelah divaksinasi. (30) Demikian pula pada relawan yang diberikan booster pada hari ke-14 ataupun pada hari ke-28, setelah di booster pada hari ke-14. Atau dapat di katakan efek samping yang terjadi seperti panas, kesakitan di bekas suntikan dan sebagainya, sama saja antara 480 orang yang di vaksin dengan 120 orang yang tidak di vaksin (mendapatkan injeksi plasebo). Bahkan tetap tidak terjadi perbedaan bermakna pada efek samping, bila di berikan booster pada hari ke-14 dan 28.
Tetapi terjadi perbedaan bermakna antara yang mendapatkan vaksin dan plasebo pada perubahan titer antibodi immunoglobulin IgG. Tetap tidak terjadi perbedaan bermakna setelah booster hari ke-14 dan booster hari ke-28 (setelah booster hari ke-28) pada relawan yang mendapatkan dosis 3 µg dan 6 µg. 92,4% IgG akan menjadi seropositive hari ke-28. Dan pada hari ke-42 menjadi 97,4%. Sedangkan peningkatan titer IgG setelah booster hari ke-14 cenderung stabil sampai dengan hari ke-56, begitupun yang di booster pada hari ke-28. Adapun peningkatan titernya adalah 34,5 pada 6 µg dan 27,6 untuk 3 µg (tidak terjadi perbedaan bermakna). Pada plasebo tidak ada peningkatan titer. Hanya Sinovac yang memakai patokan peningkatan titer seperti itu, untuk menunjukkan kekuatan vaksinnya.
Perbedaan bermakna baru terjadi pada titer antibodi neutralizing. Semua yang mendapatkan booster pada hari ke-28mempunyai titer antibodi neutralizing yang lebih tinggi dibandingkan yang dibooster hari ke-14. Booster hari ke-14 mempunyai titer 1:30. Dan booster hari ke-28 titernya 1:60 (vaccine development).
Sinovac menganggap bahwa penelitian ini termasuk uji klinis fase 2. Padahal uji klinis fase 2, perlu kelompok umur yang berusia > 60 tahun. Walaupun demikian, Sinovac berani menyatakan bahwa pada usia yang lebih tua, titer antibodi IgG dan antibodi neutralizing, mempunyai titer yang lebih rendah. Tua menurut pada peneliti Sinovac adalah usia diatas 39 tahun (pada penelitian ini berusia 40-59 tahun).(31,32)
Berdasarkan penelitiannya, Sinovac menganjurkan pemberian dosis vaksin 3 µg/0.5 ml dan di booster setelah 4 minggu. Terlebih lagi pada usia 40 tahun keatas.
Vaksin ini di katakan telah di pesan sebanyak 40 juta dosis oleh Indonesia (33). Dan vaksin ini sedang menyelesaikan fase 3 uji klinis di Brazil, Indonesia dan Turki.
Penilaian:
Dengan tidak adanya laporan tentang peningkatan sel T sitotoksis, sel natural killer ditambah dengan titer antibodi neutralizing yang rendah, titer antibodi IgG yang tidak sesuai dengan standar internasional, tidak adanya uji vaksin pada usia tua (>60 tahun) dan efek samping yang setingkat dengan placebo, maka vaksin ini tidak layak naik ke fase 3 uji klinis. Terlebih lagi untuk memvaksinasi jutaan manusia.
2 Sinopharm Beijing (In Activated Vaccine Beijing Institute)
Sinopharm Beijing ingin mengetahui kekuatan dan keamanan macam – macam dosis vaksinya, yaitu 2 µg, 4 µg, dan 8 µg. Serta efeknya pada orang – orang berusia muda ( 18 – 59 tahun ) dan orang tua ≥ 60 th. Maka dibuatlah riset fase 1. Dengan 2 kali suntikan hari ke – 0 dan hari ke – 28. (34)
Kemudian Sinopharm Beijing, ingin melihat kekuatan dosis 8 µg ( dengan single dose ), dan 4 µg dengan 2 kali suntikan, yaitu pada hari ke 0 – 14, 0 – 21, dan 0 – 28. Dimana penelitian itu dilakukan pada orang – orang usia muda ( 18 – 59 th ) / riset fase 2 ). (34)
Jumlah relawan fase 1 192 orang, sedangkan fase 2, 448 orang. 48 orang mendapatkan injeksi plasebo di fase 1 dan 122 orang mendapatkan injeksi plasebo di fase 2.
Hasil penelitian riset fase 1 dan 2 menunjukan bahwa dosis 4 µg, titer antibodi neutralizingnya tidak berbeda jauh dengan 8 µg, setelah mendapatkan 2 x suntikan (hari ke – 0 dan 28). Pemantauan pada hari ke 42, menunjukan titer antibodi neutralizing1:211.2 (4µg) dan 1:228.7 (8 µg). Sedangkan efek sampingnya lebih sedikit dari 8 µg, baik pada usia muda maupun usia tua.(34)
Serokonversi imunoglobulin G, di ukur dengan peningkatan lebih 4 kali lipat dari titer awal / baseline. Serokonversi IgG tersebut dengan dosis 4 µg terjadi pada 87% relawan muda, pada hari ke – 14. Pada relawan tua hanya 46% yang mengalami serokonversi pada hari ke -14 itu. Serokonversi meningkat menjadi 100%, pada relawan muda dan 92% pada relawan tua di hari ke -28.
Titer antibodi neutralizing setelah di booster hari ke -14, adalah 169.5 pada hari ke – 28. Tetapi bila di booster pada hari ke – 28, menjadi 211.2 di hari ke – 42, kelompok usia 18 – 59 tahun. (34)
Pada penelitian beijing dosis 4 µg itu akan memberikan titer antibodi neutralizing 131.5, bila di booster di hari ke -28 di kelompok tua. Atau pada usia ≥ 60 tahun untuk mendapatkan titer antibodi yang lebih tinggi, vaksinasi perlu sering di booster.(34)
Pemberian dosis 8 µg, tanpa booster, mempunyai nilai antibodi neutralizing yang lebih rendah ketimbang dosis 4 µg, yang dibooster hari ke 21 atau hari ke 28. Perbandinganya adalah 14.7 vs 218.0 antara dosis 8 µg tanpa booster dan dosis 4 µg yang di booster pada hari ke 28.(34)
Panas yang terjadi pada seluruh orang yang mendapatkan vaksin, baik fase 1 maupun fase 2, dan usia muda ataupun usia tua adalah 12 orang dari 480 orang yang mendapatkan vaksin (2,5%). Sedangkan pada plasebo, 3 dari 170 orang (1,76%) Tidak ada laporan peningkatan sel T sitotoksik maupun sel NK.
Pada saat ini vaksin sedang menjalani uji klinis di Uni Emirate Arab dan Argentina. (33) UEA telah memberikan emergency approval pada Sinopharm beijing ini.(33) Indonesia dikabarkan telah memesan 5 juta dosis vaksin Sinopharm ini (Koran Tempo).(35)
Penilaian
Dengan berdasarkan pada adanya panas, maka dapat dikatakan bahwa efek samping dari vaksin ini setingkat dengan plasebo (2,5% vs 1,76%). Atau vaksin ini setingkat dengan Sinovac. Begitu juga mengukur kekuatan titer IgG, berdasarkan peningkatan 4x nilai awal (baseline). Itu adalah cara yang lemah untuk menunjukkan kekuatan vaksin dalam membentuk IgG. Peningkatan sel limfosit T-sitotoksik dan sel NKpun, tidak dilaporkan. Berdasarkan semua hal itu, vaksin ini wajib mengulang fase 2 sebelum naik ke fase 3. Betapapun vaksin ini lebih baik ketimbang Sinovac, karena adanya uji coba pada usia tua (>60 tahun) dan titer antibodi neutralizingnya yang lebih tinggi.
3. Sinopharm Wuhan (In Acctivated Vaccine Wuhan Institute)
Sinopharm Wuhan ingin mendapatkan data akurat dari dosis-dosis vaksinnya. Yaitu, dosis 2,5 µg, 5 µg, dan 10 µg. Oleh karena itu, setiap relawan akan disuntikkan sebanyak 3x dosis-dosis tersebut, yaitu hari ke-0, hari ke-28, dan hari ke-56 (fase 1).
Pada fase 2, Sinopharm Wuhan berkonsentrasi pada dosis 5 µg yang akan diberikan pada hari ke-0 dan dibooster pada hari ke-14 (0-14). Serta hari ke-0, dibooster hari ke-21 (0-21).
Fase 1 melibatkan 96 relawan, dan 24 orangnya adalah plasebo (alumunium hidroksida). Pada fase 2 melibatkan 224 orang relawan dengan 84 orang pada grup 0-14, 44 orang pada grup 0-21. Sedangkan 56 orang dimasukkan dalam injeksi plasebo. Semua relawan berusia 18-59 tahun.
Ada banyak kejanggalan yang sulit dicari jawabannya pada Sinopharm Wuhan ini: (36)
1. Pada fase 1, didapatkan hasil dosis rendah dari vaksin justru memberikan hasil antibodi IgG dan antibodi neutralizing yang lebih baik ketimbang dosis yang lebih tinggi. GMT titer antibodi IgG pada 2,5 µg (415), 5 µg (349) dan 10 µg (311).
2. Kelompok yang mendapatkan injeksi 2,5 µg sebanyak 3x, akan mendapatkan sero positif sampai 100%. Sedangkan yang mendapatkan dosis 5 µg, pada hari ke-0, dan dibooster lagi pada hari ke-14, sero positfnya hanyalah 87,5 % .
3. Kelompok yang mendapatkan 3x suntikkan, 2,5 µg sebanyak 3x, akan mendapatkan tier antibodi IgG, yang jauh lebih tinggi ketimbang kelompok yang mendapatkan dosis 5 µg dan diulang lagi pada hari ke-14. Perbandingannya adalah 415 vs 74.
4. Efek samping yang dihasilkan akibat penyuntikkan vaksin hari ke-0 dan diulang hari ke-14 lebih rendah ketimbang plasebo, yaitu 6,0% vs 14,3 %.
Bila kita konsentrasi pada 5 µg, maka:
a. 100% sero positif baru akan terjadi pada penyuntikkan pada hari ke-0 dan dibooster pada hari ke-21 (0-21). Titer antibodinya adalah 1:215.
b. Penyuntikkan sebanyak 3x, dosis 5 µg pada hari ke-0, 28, 56, serokonversi yang terjadi adalah 95,8% dengan titer antibodi neutralizingnya 206.
c. Titer antibodi neutralizing 0-14 adalah 1:121. Sedangkan titer antibodi neutralizing 0-21 adalah 1:247.
Dari 214 orang yang mendapatkan vaksin, baik pada fase 1, maupun fase 2, dengan bermacam-macam dosis (2,5, 5, 10 µg) maka panas yang terjadi sebanyak 8 orang (3,33%). Sedangkan panas yang terjadi bila hanya diberikan dengan dosis 5 µg, baik apda fase 1 maupun fase 2 sebanyak 7 dari 192 orang (3,64%). Untuk plasebo (aluminium hidroksida) fever didapatkan pada 2 dari 80 orang (2,5%).(37)
Vaksin saat ini tengah menjalani uji klinis fase 3 di UAE. Dan rencananya akan dilakukan pula di Peru dan Maroko. Emergency approval telah diberikan oleh UAE.(33) Bersama dengan Sinopharm Beijing, vaksin ini telah dipesan oleh Indonesia.
Penilaian:
Dari efisiensi dan untuk mendapatkan kadar antibodi neutralizing yang tinggi, dosis 5 µg yang diberikan pada hari ke 0 dan diulang 3 minggu kemudian menjadi pilihan dari vaksin ini.
Dengan berdasarkan adanya panas, dapat dikatakan efek samping dari vaksin ini setingkat dengan plasebo (aluminium hidroksida). Atau vaksin ini setingkat dengan Sinovac atau Sinopharm Beijing. Vaksin ini lebih buruk dari Sinopharm Beijing. Oleh karena selain tidak melaporkan peningkatan sel T-sitotoksik dan sel NK, vaksin inipun tidak di ujicoba pada usia tua (>90 tahun) dan banyak kejanggalan-kejanggalan yang tidak dimengerti pada penelitian vaksin ini. Vaksin ini wajib mengulang fase 2 uji klinis.
4. Vaksin CanSinoBio Ade5-nCOV (viral vector vaccine/ Cina Academy Military Medical Sains)
Tidak ada uji preklinis atau percobaan pada hewan yang telah dipublikasikan pada jurnal-jurnal internasional standar (31). Yang ada hanyalah tulisan dari majalah Pharma Letter yang mengatakan bahwa ada uji preklinis, dari CanSino ini dan hasilnya memberikan respon imun yang kuat dan safety yang baik(38).
Vaksin CanSino ini untuk mengetahui kekuatan vaksin, bila tanpa booster. Setelah penyuntikan pada hari ke-0, maka pada hari ke-28 dinilai hasilnya. Ada 2 dosis. Dosis rendah (5×1010) sebanyak 129 orang dan tinggi (1×1011) sebanyak 253 orang.(31,32,39) Umur relawan adalah 18-60 tahun. (32,40)
Didapatkan hasil pada hari ke-28 terjadi serokonversi pada 96% relawan (dosis rendah) dan 97% (dosis tinggi). Titer antibodi IgG (ELISA) adalah 656.5. Antibodi neutralizing terjadi pada 59% relawan yaitu sekitar 149 (dosis tinggi)dosis tinggi dan 47%relawan yaitu sekitar 61 orang (dosis rendah). Dengan titer 18.3 (dosis rendah). dan 19.3 (dosis tinggi) (39).
Peningkatan sel T sitotoksik terdapat pada 88% dari 129 orang yang mendapat dosis rendah dan 90% dari 253 orang yang mendapat dosis tinggi. Dari 382 orang yang mendapatkan vaksinasi (253 orang dosis tinggi) dan (129 orang dosis rendah), maka di dapatkan 103 orang (26%) yang terdiri dari 82 orang (dosis tinggi) dan 21 orang (dosis rendah) timbul panas setelah vaksinasi.
Penilaian:
Keefektifan vaksin di fase 1 dan 2 uji klinis masih dibawah standar. Gejala panas hanya 26%. Antibodi neutralizing dengan dosis tinggi hanya terjadi pada 59% relawan. Itupun dengan titer yang sangat rendah(19.3). Padahal vaksin di berikan pada usia muda(18-60). Tidak ada yang berusia tua(≥ 60 tahun). Pada usia 18-60 tahun, seyogyanya antibodi neutralizing mencapati lebih dari 90% .
Vaksin CanSino, harus mengulang uji klinis fase 1 dan 2 itu sebelum masuk pada fase 3. Dengan jumlah sample yang sama atau lebih banyak. Disarankan memakai dosis yang lebih tinggi dari 1×1011. dan dilakukan booster pada hari ke-14 untuk mendapatkan antibodi neutralizing yang mencapai lebih 90% dari relawan sehat yang berusia 18-60 tahun. Diharapkan juga titer antibodinya akan jauh lebih tinggi dari 19.3. Begitu juga dengan relawan yang panas. Kemungkinan akan mencapai lebih dari 50%. Satu hal yang membuktikan bahwa terjadinya respon imun pada orang yang di vaksinasi tersebut. Pada fase 2 juga perlu di teliti efektifitas vaksin bila di berikan pada usia tua (≥60 tahun).
Sel T sitotoksik pun akan lebih meningkat persentasenya bila saran di atas di lakukan. Begitupun sel NK diharapkan akan ditemukan peningkatan jumlahnya.(35)
Adalah suatu kebodohan bila Indonesia telah meminta kesediaan perusahaan CanSino mengirim 100.000 dosis dengan keefektifan yang masih di bawah standar seperti yang telah di terangkan di atas. (35)
5. Vaksin ChAdOx1-S (Viral Vector Vaccine/Astra Zameka-Oxford University)
Vaksin ini terutama untuk mengetahui kekuatan vaksinasi dosis tunggal. Walaupun ada juga yang di berikan dosis booster. Ada 543 relawan yang di vaksinasi. Dimana 533 orang diberikan dosis tunggal, dan 10 orang di berikan dosis booster pada hari ke 28.
Bila di lihat reaksi sistemik yang terjadi setelah injeksi vaksin, yaitu timbulnya panas, maka vaksin ini jelas menunjukkan adanya reaksi sistemik. Sebagai salah satu pertanda adanya respon imunitas tubuh. Berdasarkan patokan bahwa panas adalah suhu tubuh ≥ 38o C, maka hal tersebut terjadi pada 16% relawan dengan parasetamol (sebelum diberikan vaksin) dan 18% relawan tanpa parasetamol. (41)
Pada penelitian ini juga di dapatkan demam (Chills) sebanyak 272 orang (56%). Dan merasa panas (feeling feverish) sebanyak 250 orang (51%). Kesimpulannya dari reaksi sistemik yang terjadi akibat vaksin, terlihat respon imunitas yang baik. Tapi dalam pembuktian respon imunitas / immunogenitas secara laboratorium vaksin Astra Zeneca memberikan banyak kekurangan.
1. Serokonversi terbentuknya IgG pada hari ke-28 yang di laporkan hanya pada 127 orang saja, dengan titer 157 (41).
Sebagai perbandingan vaksin CanSino melaporkan pada 245 orang (97% dari 253 orang). Betapapun vaksin Astra Zeneca memberikan laporan yang lebih akurat. Yaitu serokonversi IgG itu dapat terdeteksi tetap tinggi sampai hari ke-56 (akhir penelitian). Laporan tersebut tidak ada pada vaksin CanSino.
2. Antibodi neutralizing yang di laporkan hanya pada 35 orang dari 533 relawan yang mendapatkan vaksinasi dosis tunggal (6.56%) yaitu pada hari ke-28 (41).
Dimana dari 35 orang itu dengan perhitungan secara PHEPRNT 50, memberikan hasil 100%. Dan titer antobodi neutralizing nya cukup tinggi yaitu 1:218. Sedangkan pada vaksin CanSino dengan memakai dosis tinggi (1×1011), antibodi neutralizingnya pada hari ke-28 lebih banyak ketimbang Astra Zeneca yaitu 149 orang. Tapi titer antibodi neutralizing yang didapatkan jauh lebih rendah yaitu 1:19,3.
3. Vaksin Astra Zeneca, sukses untuk membuktikan peningkatan limposis T sitotoksik. Yaitu 430 relawan yang mendapatkan dosis tunggal (80,67% dari 533 orang yang mendapatkan vaksinasi dosis tunggal) atau 79,18% dari 543 orang. Dan sel sitotoksik itu tetap bertahan sampai akhir penelitian (hari ke-56). Limposit T sitotoksik dari vaksin CanSino pun tetap terdeteksi sampai akhir penelitian. Tetapi akhir penelitian mereka adalah sampai hari ke 28. Tidak ada keterangan adanya peningkatan sel NK di penelitian vaksin Astra Zeneca. Padahal sel NK, lebih penting untuk menghancurkan virus keitimbang sel T sitotoksik.
4. Tidak ada uji vaksin pada usia tua ( > 60 tahun )
Penilaian:
Dikabarkan bahwa Uni Eropa bersedia membeli sampai dengan 400 juta dosis, bila hasil penelitian Aztra Zenecaa/Oxford University memberikan hasil yang positif. (33) Fase 3 uji klinis pada saat ini sedang di lakukan di Brazil, AS dan Africa Selatan. (33)
6. Vaksin rAd26 S+rAd5-S / Vaksin Sputnik V (Viral Vector Vaccine, Gamalaya Research Institute Russian)
Suatu hal yang aneh bila Presiden Rusia menyatakan pada 11 Agusturs 2020, bahwa Rusia telah berhasil membuat vaksin untuk melawan COVID-19. (33) Dia pun menyetujui produksi massal vaksin tersebut untuk rakyat Rusia. Putri Putin sendiri langsung di vaksinasi dengan vaksin tersebut. Putin pun siap untuk di vaksinasi dengan vaksin itu. (42)
Putin mengumumkan keberhasilan itu, tanpa ada laporan penelitian di jurnal internasional. Laporan di jurnal internasional baru di lakukan pada tanggal 4 September 2020. (43)
Pada laporan penelitian tersebut pun, tidak ada penelitian, bila vaksin diberikan pada usia tua (> 60 tahun). Suatu syarat yang harus ada pada uji klinis fase 2. Karena itu Rusia merencanakan uji klinis fase 2 tanggal 22 Oktober 2020. (44) Dan sampai sekarang, belum ada laporannya. WHO tanggal 4 Oktober 2020 telah memasukkan vaksin Sputnik V sebagai salah satu dari 10 vaksin yang di acc untuk masuk uji klinis fase 3. (19)
Vector virus rAd26 S+rAd5-S, dipakai untuk membawa partikel virus SARS COV 2 sehingga menimbulkan respon imunitas.
Dari hasil penelitian fase 1 dilaporkan bahwa relawan sehat berjumlah 76 orang dan berusia 18-60 tahun. Dari 76 orang itu dibuat 3 kelompok yaitu ada yang mendapatkan rAd26 S, (dievaluasi hari ke-0 sampai dengan hari ke-21), rAd5-S (dievaluasi hari ke-0 sampai dengan hari ke-21) dan kelompok rAd26 S dievaluasi hari ke-0 sampai dengan hari ke-21, kemudian pada hari ke-21 dibooster dengan rAd5-S, dan di evaluasi sampai dengan hari ke-42.
Kesimpulan penelitian itu adalah(43):
1. Hanya dengan booster di hari ke-21, antibodi neutralizing terdapat pada 100% sampel
2. Dengan booster, serokonversi 100% spike antibodi IgG, dengan titer tinggi baru terjadi pada hari ke-42 (21 hari setelah booster). Sedangkan tanpa booster serokonversi 100% tetap terjadi pada hari ke-21. Tetapi dengan titer antibodi IgG yang lebih rendah yaitu hanya berkisar antara 951-1629 (hari ke-21). Sedangkan dengan booster pada hari ke-21 tersebut, titer antibodi IgG mencapai antara 3442-5322. Dan mencapai titer tertinggi pada hari ke-42 menjadi antara 11144-14703.
3. Titer antibodi neutralizing yang di hasilkan sama kuatnya dengan titer antibodi neutralizing pada pasien-pasien COVID-19 yang telah sembuh. Kekuatan titer antibodi neutralizing vaksin Sputnik V itu diukur dengan microneutralisation assay SARS COV 2 (hCoV-19/Russia/Moscow, PMV1-1/2020), didapatkan hasil antara 45.95-49.25.
4. Ditemukan adanya CD4, CD8, IFN, tetapi tidak ada laporan tentang peningkatan sel T sitotoksik dan sel NK
5. Penelitian vaksin Sputnik V, memakai istilah hipertermi untuk menunjukkan adanya panas/fever. Mild Hipertermi (37.0-38.4oC) pada 37 orang dan Moderat Hipertermi (38.5-38.9 oC), terjadi pada 3 orang. Total hipertermi adalah 40 orang (52.63% dari 76 orang). Dimana 27 orangnya, (67,5%) terjadi setelah di booster dengan rAd5-S
Penilaian:
Vaksin ini tidak efisien, karena harus ada booster. Tidak ada percobaan vaksin pada orang tua (> 60 tahun). Vaksin ini pun efektifitasnya lemah, oleh karena tidak ada laporan peningkatan sel T sitotoksik. CD8 dan IFN yang terdeteksi, tidak identik dengan peningkatan limposit T sitotoksik.
Seperti diakui oleh para peneliti dari vaksin Sputnik ini, bahwa titer antibodi neutralizing yang di hasilkan oleh vaksin ini adalah lebih rendah dari vaksin Astra Zaneca. Membela diri dengan mengatakan bahwa vaksin ini mempunyai kekuatan yang setara dengan titer antibodi neutralizing dari orang-orang yang telah sembuh dari COVID-19, tidak dapat di terima. Oleh karena antibodi neutralizing yang di dapatkan setelah sembuh dari COVID-19, adalah antibodi neutralizing dimana virusnya masuk melalui pernafasan. Antibodi neutralizing seperti itu, jelas lebih lemah, ketimbang virus yang langsung masuk ke darah, seperti vaksinasi itu. Hal itu dibuktikan dengan tidak adanya perbedaan yang signifikan dari pemberian plasma convalescence dan plasebo, pada orang-orang dengan severe COVID-19 pneumonia. Padahal titer antibodi yang diberikan mempunyai median titer yang tinggi (1/3200). (45) Oleh karena itu penilaian yang benar adalah mengukur kekuatan antibodi neutralizing setelah dilakukan vaksinasi tanpa membandingkan dengan antibodi neutralizing dari orang-orang yang sembuh setelah terinfeksi COVID-19 (Plasma Konvalesen).
Panas/fever yang terjadi tidak jelas berapa persen. Panas pada penelitian vaksin biasanya yang di pakai adalah bila suhu tubuh > 38oC (seperti yang digunakan oleh Astra Zeneca, Janssen, Pfizer dan lain lain). Suhu tubuh normal manusia sendiri adalah sekitar 36.5oC-37.5oC. (46) Dengan dasar itu oleh karena 37oC sudah di anggap hipertermi oleh para peneliti vaksinSputnik V, maka di yakini fever yang terjadi, jauh di bawah 50%. Atau vaksin ini kurang merangsang respon imunitas tubuh. Vaksin Sputnik ini pun tidak memeriksa sel NK.
Berdasarkan apa yang telah di jelaskan di atas, maka vaksin ini, belum layak naik fase 3. Pada penelitian fase 2, yang sekarang tengah berjalan, hal-hal tersebut harus di perbaiki.
Pada saat ini vaksin sedang uji klinis fase 3 di Belarus, UAE, Venezeola. Sedangkan uji klinis fase 2/3 di India. (33)
7. Vaksin Ad26COVS1 (Viral Vector Vaccine/The Janssen Parmaceutical Companies Jonhson and Johnson). (47)
Di dapatkan hasil laporan penelitian fase 1/2 yaitu dari 634 orang yang mendapatkan vaksinasi, 23% nya timbul panas. Dan panas itu sembuh sendiri dalam 1 atau 2 hari. Jumlah relawan yang mengikuti penelitian tersebut adalah 796 orang umur18-55 tahun (402 orang) dan > 65 tahun (394 orang). Serokonversi terjadi pada hari ke-29 setelah penyuntikan (single dose). Dan itu terjadi pada 99% kelompok umur 18-55 tahun dengan titer 528 -695. Dan 100% pada kelompok umur >65 tahun dengan titer yang lebih rendah (248-507). Sedangkan antibodi neutralizing yang di ukur dengan wtVNA terdapat pada 92% pada kelompok umur 18-55 tahun dengan titer 214-243. Dan 83-100% pada kelompok umur > 65 tahun dengan titer 127-146. (safety @26 Covid 19) Tetapi kita tidak tahu, apakah titer itu tetap bertahan sampai akhir penelitian (hari ke-56).Dilaporkan adanya peningkatan TH1, CD4 dan CD8 serta sedikit peningkatan TH2. Tetapi tidak ada laporan peningkatan sel T sitotoksik dan sel NK.
Penilaian:
Vaksin Johnson & Johnson tidak dapat naik ke fase-3. Karena respon panas yang terjadi hanya terdapat pada 23% sampel saja. Adanya panas melebihi 50% relawan adalah perlu pada suatu vaksin. Karena hal itu di perlukan sebagai counter terhadap penilaian laboratorium yang kemungkinan salah. Peningkatan sel T sitotoksik dan sel NK pun tidak ada pada riset vaksin Johnson & Johnson itu. Adanya peningkatan sel Th-1, CD-8, CD-4, tidak dapat menghilangkan pentingnya perlunya pemeriksaan peningkatan sel T-sitotoksik dan sel NK.
100 juta dosis vaksin telah di pesan oleh Amerika Serikat dan 200 juta oleh Uni Eropa, bila vaksin ini, memenuhi segala syarat yang di tentukan oleh WHO. (33)
8. Vaksin 3 LNP-mRNAs/BNTI62b2 (Genetic Vaccine, BioNTech/Fosun Pharma/Pfizer)
Vaksin Pfizer yang di acc masuk uji klinis fase 3, adalah vaksin Pfizer BNTI62b2(19). Vaksin itu diperoleh setelah Pfizer membandingkan BNTI62b2 dengan BNTI62b1 pada 195 sampel. Ternyata BNTI62b2 lebih baik dari BNTI162b1. Yaitu efek sampingnya lebih sedikit. sedangkan respon imunitasnya sebanding dengan BNTI62b1.(48)
Laporan penelitian pada uji klinis fase 1/2 pada vaksin BNTI62b2 didapatkan hasil sebagai berikut.BNTI62b2 yang di ujikan adalah dengan dosis 10 µg, 30 µg, 100 µg dan hanya di lakukan pada 45 orang sehat berumur 18-55 tahun (fase 1 uji klinis).(49) Sedangkan total relawan adalah 360 orang dan termasuk di dalamnya orang-orang yang berumur 65-85 tahun (fase 2 uji klinis). (50) Tapi belum ada laporannya.
Vaksin Pfizer melaporkan bahwa efek samping panas terutama terjadi setelah suntikan ke-2 (hari ke-21). Pada suntikan pertama (hari ke-0) pada sampel yang mendapatkan dosis vaksin 10 µg dan 30 µg di dapatkan panas pada 8,3% sampel. Bila dosis di naikkan menjadi 100 µg, dan tanpa booster, maka panas akan terjadi pada 70% sampel. Pada suntikan ke-2 (hari ke-21) dosis 10 µg, panas terjadi pada 8,3% relawan. Tetapi pada dosis 30 µg, panas terjadi pada 75% relawan. Pada 100 µg tidak di lakukan booster. (49)
Pemeriksaan serokonversi IgG, dilakukan pada hari ke-21 (sebelum booster) hari ke-28 (7 hari setelah booster) dan hari ke-35 (14 hari setelah booster). Didapatkan hasil pada seluruh dosis, setelah suntikan pertama (hari ke-21/sebelum booster) IgG meningkat dari 534 ke 1778 Uml-1. Dan antibodi ini terus meningkat sampai hari ke-35, antara 5880-16166 (setelah di booster pada hari ke-21). Sedangkan yang 100 µg (yang tanpa booster), tidak terjadi peningkatan antibodi.(49)
Sebagai pembanding antibodi convalescen, pada pasien post COVID-19 (14 hari setelah pemeriksaan RTPCR +), adalah 602 Uml-1. (49)
Antibodi neutralizing, tidak menunjukkan hasil yang signifikan sebelum di booster pada seluruh dosis (10 µg, 30 µg, 100 µg). Tetapi setelah di booster, pada hari ke-21, terjadi peningkatan antibodi neutralizing dengan titer 180-437, pada hari ke-35 (14 hari setelah booster).(31,49) Sebagai pembanding pada pasien post COVID-19 (14 hari setelah titer RTPCR+), titernya hanya 94. (49)
Tidak ada laporan tentang sel T respon atau T sitotoksik dari penelitian vaccine Pfizer.(31,49) Betapapun di temukan meningkatnya CD4 dan CD8.(32,49)
Penilaian:
Vaksin ini jelas tidak efisien, karena memerlukan suntikan ulang atau booster untuk mendapatkan respon imunitas yang signifikan/immunogenitas.
Tidak adanya laporan tentang respon dari sel T atau meningkatnya sel T sitotoksik menyebabkan vaksin ini tidak dapat naik ke fase-3 uji klinis. Meningkatanya CD8, tidak identik dengan meningkatnya sel limfosit T sitotoksik. Sel NK pun tidak diperiksa pada riset Pfizer. Uji coba vaksin pada usia >60 tahun, juga harus dilaporkan terlebih dahulu sebelum naik ke fase 3.
Diberitakan pemerintah Amerika Serikat, telah mengeluarkan uang sebanyak 1,9 Milyar dollar untuk memesan 50 juta dosis vaksin. Dimana 100 jutanya akan di kirimkan bulan Desember ini. Jepang telah melakukan deal untuk membeli 120 juta dosis. Sedangkan Uni Eropa 200 juta dosis. (33)
9. Vaksin Novavax (Protein Sub Unit / Protein-Based Vaccine / Recombinant Protein Vaccine / Novavac Inc Maryland USA)
Novavax Inc, dimiliki oleh Bill Gates.(51) Vaksin Novavax ini, berusaha menimbulkan respon imunitas tubuh terhadap virus SARS COV 2 dengan memberikan sesedikit mungkin bagian SARS COV 2 (protein) dan mencampurnya dengan Ajuvant atau suatu zat tertentu, supaya timbul respon imun terhadap virus SARS COV 2. (52)
Dilakukan suntikan vaksin pada 108 orang, sehat berusia 18-59 tahun. Dimana 83 orang dengan ajuvant dan 25 orang tanpa ajuvant. Seperti juga vaksin Pfizer vaksin Novavax memerlukan booster untuk menimbulkan respon imunitas yang baik. Betapapun pada single dose, hasil antibodi neutralizingnya lebih baik ketimbang Pfizer atau CanSino (1:128).(31) Tetapi masih lebih rendah ketimbang vaksin Astra Zeneca atau Jenssen yang memang di rancang untuk single dose.
Tidak ada perbedaan bermakna antara dosis 5 µg dan 25 µg.(53) Tetapi terjadi perbedaan bermakna antara yang mendapatkan ajuvant dan yang tidak.
Dari 108 orang yang mendapatkan vaksin itu, panas (suhu tubuh > 38oC) hanya terjadi pada 1 orang saja. Yaitu yang mendapatkan dosis 25 µg dengan ajuvant. Sedangkan titer antibodi neutralizing pada hari ke-35 (setelah di booster pada hari ke-21), mencapai titer yang tinggi yaitu antara 3305-3906.(53)
Serokonversi anti spike IgG, akibat vaksinasi Novavax pun menunjukkan peningkatan terus menerus yang luar biasa. Dari titer 105-116 pada hari ke-0, menjadi 47521-63160, pada hari ke-35 (14 hari setelah booster dihari ke-21). Jumlah itu lebih tinggi dari vaksin-vaksin lainnya.
Peneliti vaksin Novavax pun melaporkan adanya peningkatan sitokin IL2, TNFα, IFN dan CD4.
Tidak ada penelitian bagaimana efek vaksin bila diberikan pada orang-orang tua (≥60 tahun). Padahal penelitian ini dimasukkan uji klinis 1/2.
Penilaian:
Selain tidak efisien (harus 2x suntikan) vaksin ini tergolong vaksin yang lemah. Panas yang terjadi hanya pada 1 orang relawan dari 108 relawan sehat, berusia muda dan mendapatkan vaksinasi (18-59 tahun). Relawan yang panas itu terjadi pada grup dengan dosis tinggi pula (25 µg) dan mendapatkan booster. Berbeda dengan Pfizer, setelah dosis di naikkan 30µg dan di booster, panas yang terjadi meningkat menjadi 75%, yang sebelumnya hanya 8,3% (sebelum di booster). Atau antibodi neutralizing dengan titer tinggi dari Novavax itu, tidak merangsang makrofag bereaksi untuk mengeluarkan IL1 dan TNFα, supaya merangsang hipotalamus mengeluarkan asam arakhidonat sehingga timbul panas. Betapapun pada risetnya Novavax mendapatkan adanya sitokin TNFα, IFN, dan IL2. Tetapi tanpa IL1 yang cukup kuat, respon panas tidak terjadi.
Adanya TNFα, IFN dan IL2, tidak identik dengan adanya peningkatan sel T sitotoksik. Karena sitokin-sitokin seperti itu dapat di keluarkan oleh bermacam-macam sel.
Begitu juga adanya CD4. Pfizer, bahkan melaporkan adanya CD8 juga. CD4 dan CD8 adalah cluster dari sel-sel yang akan membentuk sel T helper dan sel T sitotoksik. Hal itu berarti peningkatan CD8 tidak identik dengan harus terjadinya peningkatan sel T sitotoksik. Begitu juga dengan CD4 yang meningkat. Tidaklah otomatis sel T helper juga akan meningkat.
Dengan adanya serokonversi terbentuknya IgG atau terjadinya peningkatan IgG dan terjadinya antibodi neutralizing, maka di pastikan CD4, sel T helper, meningkat. Tetapi bukan itu yang di maksudkan dengan adanya sel T respon yang meningkat. Yang di maksudkan sel T respon yang meningkat adalah meningkatnya sel T sitotoksik. Suatu sel yang berfungsi untuk membunuh virus yang berada di dalam sel.
Kesimpulannya vaksin Novavax tidak layak masuk ke fase-3 uji klinis. Mereka harus mengulang fase 2 dengan mengikut sertakan pasien-pasien dengan usia > 60 tahun. Selain itu Novavax harus mendapatkan bukti bahwa vaksin mereka memberikan respon imunitas yang baik. Yaitu adanya panas pada > 50% sampel yang di vaksin, terjadinya peningkatan sel T sitotoksik dan sel NK.
Bila Novavax dianggap sukses sebagai vaksin yang baik, maka AS, siap untuk membelinya sebanyak 100 juta dosis pada awal tahun 2021. Institute Serum di India pun telah siap untuk bekerja sama dalam membuat 2 milyar dosis Novavax.(33)
10. Vaksin LNP-encapsulated mRNA 1273 (Genetic Vaccine Moderna)
Vaksin ini diarsiteki oleh Anthony Fauci. Direktur dari National Institute of Alergy and Infectious Disease (NIAD), AS.(54)Laporan penelitian yang telah di publikasikan adalah laporan penelitian fase 1.(55) Sedangkan fase 2 telah di mulai awal Mei kemarin dengan melibatkan 600 relawan dan berakhir Mei tahun depan. Penelitian fase 3 pun telah di mulai bulan Agustus dan melibatkan 30.000 relawan, termasuk 7.000 relawan dengan umur 65 tahun keatas.(56)
Pada fase 2, sebenarnya telah di coba pemberian vaksin pada 50 orang pada usia > 55 tahun. Tetapi belum ada laporannya.(56) Tanpa menunggu laporan fase 2, WHO telah meng acc Moderna untuk masuk fase 3 pada bulan Oktober 2020.(19)
Berdasarkan penelitian uji klinis fase 1 itu, didapatkan bahwa relawan yang ikut berjumlah 45 orang, sehat dan berumur 18-55 tahun. Dosis yang di uji adalah 25 µg, 100 µg, 250 µg. Dan dibooster pada hari ke-28. Panas/fever terjadi setelah booster. Sebelum di booster, tidak ada relawan yang panas. Panas yang terjadi setelah booster itu, terdapat pada 14 orang (31,11% dari 45 orang). Dimana panas terjadi pada relawan yang mendapatkan dosis 100 µg (6 orang / 40%) dan 8 orang / 57% pada relawan yang mendapatkan dosis 250 µg (An mRNA vaccine against).
Serokonversi IgG dengan titer rendah terjadi pada seluruh relawan di hari ke-15, setelah suntikan pertama. Dan pada hari ke-29 sebelum di booster titer IgG untuk 25 µg (40,227), 100 µg (109,209) dan 250 µg (213,526). Setelah di booster pada hari ke-28 terjadi peningkatan IgG 299,751 (25 µg), 782,719 (100 µg), 1192,154 (250 µg) (An mRNA vaccine against). Jauh lebih tinggi dari titer konvalesen post COVID-19 yang hanya 142,140.
Tidak terlihat adanya antibodi neutralizing sebelum booster hari ke-29 (An mRNA vaccine against). Tetapi setelah di booster terlihat adanya antibodi neutralizing yaitu 112,3 (25 µg), dan nilai titer antibodi neutralizing yang hampir sama pada 100 µg dan 250 µg (343,8 dan 332,2)
Didapatkan nilai CD4 yang tinggi dan T helper 1 yang tinggi.(56) Tetapi T helper 2 dan CD8 yang di dapatkan hanya mempunyai titer yang rendah.(32,56) Penelitian itu juga mendapatkan adanya TNFα, IL2 dan IFN serta sedikit sitokin IL4 dan IL13.
Penilaian:
Sama dengan vaksin Pfizer, vaksin ini tidak efisien karena memerlukan booster atau suntikan ulang untuk mendapatkan respon imunitas yang signifikan. Vaksin Pfizer lebih baik dari Moderna. Karena panas yang terjadi dan CD8 yang terbentuk lebih banyak dari Moderna. Begitu juga dengan kekuatan titer antibodi IgG dan antibodi neutralizing. Vaksin Pfizer dosis medium (30µg), mempunyai kekuatan titer antibodi IgG dan antibodi neutralizing yang lebih tinggi ketimbang dosis tertinggi Moderna (250µg).
Bila Pfizer ditolak masuk ke fase 3 (seperti alasan-alasan yang telah di tuliskan di atas) maka demikian pula denganModerna.
Dikatakan bahwa AS telah membayar 1,5 milyar dollar untuk 100 juta dosis vaksin. Demikian juga Kanada, Jepang, dan Qatar.(33)
Diskusi 10 vaksin unggulan nabi WHO dalam usahanya untuk menyelamatkan seluruh manusia di bumi dari keganasan COVID-19.
Nabi WHO yang di ikuti bala tentaranya para dokter sedunia, tetap bersikeras untuk melakukan vaksin COVID-19 pada seluruh manusia di bumi. Betapapun saya telah mengatakan bahwa respon memori yang di hasilkan, tidak dapat mencegah serangan berkali-kali COVID-19, yang di tularkan melalui saluran pernafasan itu. Yang berperan untuk mencegah itu adalah NALT dan MALT (seperti yang telah di tuliskan di depan).
Berkaca pada vaksinasi influenza, dimana vaksinnya terus di modernisir untuk melawan virus Haemophylus Influenza, ternyata keberhasilan rata-rata setiap tahunnya, hanya 40,84% saja.[20] Atau dari 100 orang yang di vaksin ternyata 51 orangnya tetap terkena flu setiap tahunnya.
Kenyataan itu di abaikan oleh nabi WHO karena mereka berpendapat bahwa patogenesis SARS-COV 2 identik dengan SARS-COV. Dan dari paru-paru, akan dengan mudah masuk kedalam darah sehingga mengakibatkan kerusakan organ-organ melalui reseptor ACE2.
Saya telah menolak patogenesis COVID-19, seperti yang dikatakan nabi WHO itu.[20] Walaupun demikian, saya ingin tahu, apakah vaksin-vaksin unggulan dari nabi WHO itu memang potensial untuk menyelamatkan paru-paru dan organ-organ dalam lainnya dari serangan SARS-COV 2.
Yang paling utama dalam pembuatan vaksin adalah keselamatan manusia bila mereka di vaksinasi. Keganasan COVID-19, seperti yang di katakan nabi WHO akan menyebabkan kematian dunia, bila tidak hati-hati dalam membuat vaksin (terjadi vaksin horror). Tapi bila terlalu hati-hati, maka vaksinasi adalah penipuan terhadap dunia (terjadi vaksin dagelan).
Bagaimanakah 10 vaksin unggulan dari nabi WHO itu? Apakah vaksin unggulan tersebut vaksin dagelan, horror, atau vaksin idaman?
Saya coba membuat tabel dari 10 vaksin itu, untuk memudahkan penilaian tersebut.
TV | PV | F | Seroconversion Titer IgG | ABN Titer | Limposit T Sitotoksik | NK | VOP | FP | |
SNV | Boost | 480 | 3,31 % | Peningkatan titer 27,6-34,5 | 1:30 (3µg)1:60(6µg) | – | – | – | Tidak Bermakna |
SNB | Boost | 480 | 2,5 % | Peningkatan titer 4x lipat dari titer awal | 211.2 | – | – | + | Tidak Bermakna |
SNW | Boost | 240 | 3,33 % | 215 | 1:247 | – | – | – | Tidak Bermakna |
CSB | Single | 382 | 26 % | 656.5 | 1:19.3 | 341 | – | – | Bermakna |
AZC | Single | 543 | 34 % | 157 (127 orang) | 1:218 (35 orang) | 430 | – | – | Bermakna |
JAJ | Single | 636 | 23 % | 528-695 (18-55 Tahun)248-507 (>65 Tahun) | 1:243 (18-55 Tahun)1:196 (>65 Tahun | – | – | + | Bermakna |
SPV | Boost | 76 | 35.52% ? | 11144-14703 | 45.95-49.25 | – | – | – | ? |
PFZ | Boost | 45 | 75% (30 µg) | 5880-16166 (30µg) | 1:437 (30µg) | – | – | – | Bermakna |
NOV | Boost | 108 | 0,9% | 47521-63160 | 3304-3906 | – | – | – | Tidak Bermakna |
MDN | Boost | 45 | 31,11% | 782,719 (100µg) | 343,8 (100 µg) | – | – | – | Bermakna |
Keterangan:
TV : Type Vaccine
PV : Participant Vaccinated
F : Fever
ABN : Antibody Neutralizing
NK : Natural Killer
VOP : Vaccination for Older People
FP : Fever in Placebo
Panas (suhu tubuh ≥ 38oC) adalah contoh paling akurat dari efek samping vaksin. Karena semua orang sehat (18-60 tahun), akan memberikan reaksi imunitas, berupa panas, bila protein asing itu, memang cukup potensial untuk merangsang imunitas tubuh. Sehingga bila pada suatu penelitian vaksin, tidak menimbulkan efek panas pada yang diberikan vaksin, maka mengatakan bahwa vaksin itu adalah vaksin dagelan, mempunyai alasan yang kuat. Karena dapat dianggap vaksin itu hanyalah seperti placebo (memberikan suntikan seperti air, vitamin dan sebagainya).
Berdasarkan tabel, maka dengan standar adanya panas (suhu tubuh ≥ 38oC), Sinovac, Sinopharm (Beijing dan Wuhan), Novavax, adalah vaksin dagelan. Sputnik V, mungkin juga adalah vaksin dagelan. Karena suhu 37 oC, telah dinyatakan sebagai adanya efek samping terhadap vaksin (hipertermi). Bila ada vaksin yang saat ini telah menjalani fase 3 mengatakan bahwa mereka menemukan panas sampai dengan 20% atau lebih, maka hal itu tidak dapat di terima. Karena hal tersebut menunjukkan bahwa penelitian mereka pada fase 1/2 itu, adalah penelitian dagelan. Panas (Suhu tubuh 38oC) harusnya terjadi pada lebih dari 50% relawan, yang di vaksinasi. Dengan dasar kriteria itu, hanya Pfizer yang memenuhi syarat (betapapun harus di booster terlebih dahulu). Sedangkan 9 vaksin lain adalah vaksin dagelan.
Hampir seluruhnya dari 10 vaksin tersebut, mempunyai antibodi neutralizing diatas 1:200 (baik dengan booster maupun tidak). Bila titer itu di jadikan standard, maka 3 vaksin adalah vaksin dagelan. Yaitu vaksin Sinovac, CanSinoBio dan vaksin Sputnik V. Vaksin Astra Zeneca, mungkin pula suatu dagelan. Karena mereka hanya melaporkan 35 dari 543 orang yang di vaksinasi.
Begitupun dengan titer antibodi IgG. bila titer 1:200 dijadikan standard, maka 3 vaksin adalah vaksin dagelan. Yaitu vaksin Sinovac, Sinopharm Beijing dan Astra Zeneca. Mengatakan bahwa terjadi peningkatan titer 27,6 – 34,5 (Sinovac) atau peningkatan titer 4x lipat dibandingkan titer IgG sebelum di vaksin (Sinopharm Beijing) adalah suatu hal yang lemah dalam menunjukkan kekuatan vaksin. Tidak dimengerti mengapa Astra Zeneca hanya melaporkan 127 orang saja. Bagaimana dengan 416 orang lainnya yang mendapatkan vaksin?. Apakah mereka mempunyai kekuatan titer yang lebih rendah dari 1:157, seperti yang terdapat pada 127 orang itu? Pada laporan penelitiannya, tidak ada keterangan tentang itu.
Dari peningkatan limposit T sitotoksik, maka 8 vaksin adalah vaksin dagelan. Hanya CanSinoBio dan Astra Zeneca yang melaporkan secara jelas adanya peningkatan limposit T sitotoksik itu.
Dari peningkatan sel NK setelah di vaksinasi maka tidak ada satupun yang melaporkan itu. Atau 10 vaksin itu seluruhnya adalah vaksin dagelan.
Dari uji coba vaksin terhadap orang-orang berusia > 60 tahun, hanya Sinopharm Beijing dan Vaccine Janssen yang melakukan itu. 8 vaksin lainnya adalah vaksin dagelan.
Dari jumlah relawan yang mengikuti uji vaksin 1/2, melebihi 100 orang, dan telah di laporkan secara resmi, maka semuanya melakukan itu kecuali vaksin Sputnik V, Pfizer, Moderna. Oleh sebab itu 3 vaksin tersebut adalah vaksin dagelan.
Kesimpulannya, 10 vaksin unggulan dari nabi WHO, adalah vaksin dagelan semuanya.
Urutan terlucu dari vaksin dagelan itu adalah:
1. Sinovac
2. Sinopharm Wuhan
3. Sinopharm Beijing
4. Novavax
5. Sputnik V
6. CanSinoBio
7. Astra Zeneca
8. Moderna
9. Pfizer
10. Janssen/Johnson and Johnson
Untuk terlepas dari predikat vaksin dagelan itu, mereka harus berani menaikkan dosis vaksinnya. Dan itu berarti membuat vaksin horror. Karena sangat sulit membuat vaksin idaman. Memasukkan partikel virus SARS COV 2 kedalam darah, berarti membuka peluang untuk terjadinya reaksi sistemik yang hebat dan kerusakan organ-organ dalam.
Penutup:
Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Saling berlaku jujurlah dalam ilmu, dan jangan merahasiakannya. Sesungguhnya berkhianat dalam ilmu pengetahuan lebih berat hukumannya ketimbang berkhianat dalam harta” – ( Abu Nu’ai )
Dengan tulisan ini, adalah jelas bagi semua manusia berakal bahwa agama COVID-19 ingin menyusahkan dan membuat miskin seluruh manusia di bumi. Vaksin dagelan yang akan mereka buat dan pasti di booster berkali-kali akan memiskinkan manusia di bumi. Memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan berkali-kali, harus di lakukan selama-lamanya. Tidak peduli telah di vaksin atau belum. Perbuatan itu menyusahkan seluruh manusia di bumi. Kesusahan itu hanya akan berakhir bila nabi WHO mengatakan telah berakhir.
Karena itu keganasan iblis terkutuk, yang menghendaki kesengsaraan bagi seluruh manusia di bumi ini, harus di lawan. Tidak ada alasan bagi semua manusia berakal (yang di puji Tuhan itu), untuk tidak melawan penjajahan COVID-19 dengan sekuat daya yang ada padanya. Tidak boleh ada lagi, seorang dokter di tangkap di area free speaking Hyde Park, karena melawan agama COVID-19. Suatu hal yang sangat memalukan bagi semua manusia berakal di Inggris dan seluruh dunia. Tidak ada lagi, seorang pemuka agama meminta maaf karena pesta pernikahan anaknya di hadiri ribuan orang. Pemuka agama itu wajib melawan manusia-manusia tidak berakal pemeluk agama COVID-19 itu. Tidak ada lagi seorang manusia tidak berakal dengan hanya bermodalkan masker dapat memenangkan pemilihan presiden. Tidak ada lagi kematian dengan Cause of Death nya adalah COVID-19.
Vaksin COVID-19 harus di gagalkan seperti gagalnya mereka untuk memvaksinasi penduduk bumi dalam penyakit DBD dan Zika(57-58).
Semoga Allooh SWT Tuhan penguasa alam semesta memenangkan perjuangan manusia berakal seluruh dunia dalam membebaskan bumi dari penjajahan agama COVID-19.Aamiin ya robbal ‘aalamiin.
Sent To:
1. President of USA
2. Leaders of Organization of Islamic Cooperation (OIC)
3. Leaders of ASEAN Nations
4. World Medical Association
5. Internation Association of Moslem Scholars
6. Indonesian Medical Association
7. International Society of Internal Medicine
8. Indonesian Society of Internal Medicine
9. International Respiratory Society
10. Indonesian Society of Respirology
11. International Pediatric Association
12. Indonesian Pediatric Society
13. International Forensics Association
14. Indonesian Association of Forensics Medicine 15. Indonesian Figures & Ulama
DAFTAR PUSTAKA
1. LGBT NO WAY, (http://dhf-revolutionafankelijkheid.net/category/intermezzo-lgbt-no-way)
2. ID Allooh Adalah Penyebab Ibrahim Mencari Tuhan, T. Mudwal. (http://renungan-tmudwal.com/id-allooh-adalah-penyebab-ibrahim-mencari-tuhan)
3. Usaha Untuk Menyingkap Takdir Allooh, T. Mudwal (http://renungan-tmudwal.com/usaha-untuk-menyingkap-misteri-takdir-allooh)
4. Su YB, Kuo MJ, Lin TY, et al. Cardiovascular Manifestation and Treatment in COVID-19. J Chin Med Assoc. 2020;83(8):704-709. doi:10.1097/JCMA.0000000000000352
5. Valizadeh B, Baradaran A, Mirzazadeh A BL. Coronavirus-nephropathy; Renal Involvement in COVID-19. J Ren Inj Prev Coronavirus-Nephropathy. 2020;9:3–4. doi:10.34172/jrip.2020.18
6. Gu J, Han B, Wang J. COVID-19: Gastrointestinal Manifestations and Potential Fecal-Oral Transmission. Gastroenterology. 2020;158(6):1518-1519. doi:10.1053/j.gastro. 2020.02.054
7. Sachdeva M, Gianotti R, Shah M, et al. Cutaneous manifestations of COVID-19: Report of Three Cases and A Review of Literature. J Dermatol Sci. 2020;98(2):75-81. doi:10.1016/j.jdermsci.2020.04.011
8. Montalvan V, Lee J, Bueso T, De Toledo J, Rivas K. Neurological manifestations of COVID-19 and Other Coronavirus Infections: A Systematic Review. Clin Neurol Neurosurg. 2020;194:105921. doi:10.1016/j.clineuro.2020.105921
9. Zaim S, Chong JH, Sankaranarayanan V, Harky A. Covid-19 and multiorgan response. Current problems in cardiology. 2020;45(8):100618. https://doi.org/10.1016/ j.cpcardiol2020.100618
10. WHO. Public Health Surveillance for COVID-19. WHO [internet]. 2020 [cited 20th Nov 2020];WHO/2019-nCoV/SurveillanceGuidance/2020.7. Available from: Public health surveillance for COVID-19: interim guidance (who.int)
11. Kesehatan K. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus disease (Covid-19) [Internet]. Vol. 5, Kementrian Kesehatan. Jakarta; 2020. 178 p. Available from: https://covid19.go.id/storage/app/media/Protokol/REV-05_Pedoman_P2_COVID-19_13_Juli_2020.pdf
12. Black C. WHO Countries on ‘dangerous track’ in COVID-19 pandemic [Internet]. Al Jazeera News. 2020 [cited 2020 Nov 21]. Available from: https://www.aljazeera.com/news/2020/10/23/who-countries-on-dangerous-track-in-covid-19-pandemic
13. BBC News. Covid: What are the lockdown measures in place across Europe? [Internet]. BBC News. 2020 [cited 2020 Nov 2]. p. 1. Available from: https://www.bbc.com/news/explainers-53640249
14. Bustomi MI. Wagub DKI Ingatkan soal Ancaman Denda jika Tolak Rapid Test dan Swab Halaman all – Kompas [Internet]. Kompas. Indonesia; 2020 [cited 2020 Nov 16]. Available from: https://megapolitan.kompas.com/read/2020/11/23/12555571/wagub-dki-ingatkan-soal-ancaman-denda-jika-tolak-rapid-test-dan-swab
15. Sulleyman A. Bill Gates limits his children’s use of technology [Internet]. The Independent. 2017 [cited 2020 Nov 1]. Available from: https://www.independent.co.uk/life-style/gadgets-and-tech/news/bill-gates-children-no-mobile-phone-aged-14-microsoft-limit-technology-use-parenting-a7694526.html
16. Indonesia C. Kepercayaan Masyarakat pada Vaksin Covid-19 Rendah [Internet]. Indonesia; 2020. Available from: https://www.cnnindonesia.com/tv/20201016145020-403-559264/video-kepercayaan-masyarakat-pada-vaksin-covid-19-rendah
17. CDC. Deaths in South Korea Following Flu Vaccination [Internet]. 2020 [cited 2020 Nov 3]. Available from: https://www.cdc.gov/flu/spotlights/2020-2021/death-south-korea-following-flu-vaccination.htm
18. Pisarenko N. Why decoding the immune response to COVID matters for vaccines. Vol. 586, Nature. 2020. p. 473–4
19. WHO. What we know about COVID-19 vaccine development. In: coronaviru. WHO; 2020. Available from: www.who.int/epi-win
20. COVID-19 Azab Allooh Pada Dunia atau Dunia Mengazab Dirinya Sendiri (Suatu Diskusi Dengan Jurnal-Jurnal Internasional), Taufiq Muhibbuddin Waly, http://dhf-revolutionafankelijkheid.net/covid-19-azab-allooh-pada-dunia-atau-dunia-mengazab-dirinya-sendiri/
21. Elhadi, Momen A, Abdulhadi et all. Multi Organ Failure After Acute Kidney Injury in Patient With HIV and Covid-19. 2020. Elsevier. 2020: 37. doi:org/ 10.1016/j.nmni.2020.100742
22. Hellfritzsch M, Scherließ R. Mucosal vaccination via the respiratory tract. Pharmaceutics. 2019;11(8):1–24.
23. Ivan MR, Roitt’s Essential Immunology (Essentials) 9th Edition. 1997
24. See DM, Khemka P, Sahl L, Bui T, Tilles JG. The role of natural killer cells in viral infections. Scand J Immunol. 1997;46(3):217–24.
25. Abul KA, Andrew HL, Shiv P. Basic Immunology : Functions And Disorders of The Immune System 3rd Edition. Philadelphia, Pa. Saunders, 2011
26. Syed MA. Choosing from whole cell and acellular pertussis vaccines-dilemma for the developing countries. Iran J Public Health. 2017;46(2):272–3.
27. Yellayi S. The Difference Between the Tdap and DTaP Vaccines: What to Know for Adults and Kids [Internet]. healthline. 2020 [cited 2020 Nov 9]. Available from: https://www.healthline.com/health/adult-vaccines/tdap-vs-dtap-vaccines-difference
28. Bowman J. Vaccine Development, Testing, and Regulation | History of Vaccines [Internet]. The college of Physicians of Philadelphia. 2016. Available from: https://www.historyofvaccines.org/content/articles/vaccine-development-testing-and-regulation?fbclid=IwAR0biP8ti6VCLWdE8ZDAPurG33WR9QtgeSLhZe8XVmrbTHtHzGOIW6cSL9I%0A
29. Violaine S. Mitchell, Nalini M. Philipose, and Jay P. Sanford. The Children’s Vaccine Initiative: 6 Stages of Vaccine Development. NCBI [internet]. 1993 [cited 25th Oct 2020]. Available from: Stages of Vaccine Development – The Children’s Vaccine Initiative – NCBI Bookshelf (nih.gov)
30. Zhang Y, et al. Safety, tolerability, and immunogenicity of an inactivated SARS-CoV-2 vaccine in healthy adults aged 18–59 years: a randomised, double-blind, placebo-controlled, phase 1/2 clinical trial. The Lancet [internet]; https://doi.org/10.1016/S1473-3099(20)30843-4 . 2020 [cited Oct 27th 2020]. Available from: https://www.thelancet.com/journals/laninf/article/PIIS1473-3099(20)30843-4/fulltext
31. Krammer F. SARS-CoV-2 vaccines in development. Nature [Internet]. 2020;586(7830):516–27. Available from: http://dx.doi.org/10.1038/s41586-020-2798-3
32. Poland GA, Ovsyannikova IG, Kennedy RB. SARS-CoV-2 immunity: review and applications to phase 3 vaccine candidates. Lancet [Internet]. 2020;396(10262):1595–606. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/S0140-6736(20)32137-1
33. Corum J, Wee S-L, Zimmer C. Covid-19 Vaccine Tracker: Latest Updates. The New York Times [Internet]. 2020 Dec 2; Available from: https://www.nytimes.com/interactive/2020/science/coronavirus-vaccine-tracker.html
34. Xia S, et al. Effect of an Inactivated Vaccine Against SARS-CoV-2 on Safety and Immunogenicity OutcomesInterim Analysis of 2 Randomized Clinical Trials. JAMA [internet]. 2020 [cited Oct 28th 2020];324(10):951-960. Available from: https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2769612
35. Reporter Tempo, “Bahaya Vaksin Baru, Pemerintah Berencana Menyuntikkan Vaksin Corona Mulai Bulan Depan”,http://tempo.co edisi 19 Oktober 2020.
36. Xia S, Duan K, Zhang Y, Zhao D, Zhang H, Xie Z, et al. Effect of an Inactivated Vaccine Against SARS-CoV-2 on Safety and Immunogenicity Outcomes: Interim Analysis of 2 Randomized Clinical Trials. JAMA – J Am Med Assoc. 2020;324(10):951–60
37. Xia S, et al. Effect of an Inactivated Vaccine Against SARS-CoV-2 on Safety and Immunogenicity OutcomesInterim Analysis of 2 Randomized Clinical Trials. JAMA [internet]. 2020 [cited Oct 28th 2020];324(10):951-960. Available from: https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2769612
38. Letter TP. CanSino’s COVID-19 vaccine promising, but more research needed [Internet]. The Pharma Letter. 2020 [cited 2020 Nov 22]. Available from: https://www.thepharmaletter.com/article/cansino-s-covid-19-vaccine-promising-but-more-research-needed
39. Zhu FC, Guan XH, Li YH, Huang JY, Jiang T, Hou LH, et al. Immunogenicity and safety of a recombinant adenovirus type-5-vectored COVID-19 vaccine in healthy adults aged 18 years or older: a randomised, double-blind, placebo-controlled, phase 2 trial. Lancet [Internet]. 2020;396(10249):479–88. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/S0140-6736(20)31605-6
40. Brüssow H. Efforts towards a COVID-19 vaccine. Environ Microbiol. 2020;22(10):4071–84.
41. Folegatti PM, Ewer KJ, Aley PK, Angus B, Becker S, Belij-Rammerstorfer S, et al. Safety and immunogenicity of the ChAdOx1 nCoV-19 vaccine against SARS-CoV-2: a preliminary report of a phase 1/2, single-blind, randomised controlled trial. Lancet. 2020;396(10249):467–78.
42. Parker K. Opinion: Putin can have his vaccine [Internet]. The Washington Post. 2020 [cited 2020 Nov 30]. Available from: https://www.washingtonpost.com/opinions/creating-a-vaccine-isnt-a-race-mr-putin/2020/08/11/e3711382-dc0b-11ea-b205-ff838e15a9a6_story.html
43. Logunov DY, Dolzhikova I V., Zubkova O V., Tukhvatullin AI, Shcheblyakov D V., Dzharullaeva AS, et al. Safety and immunogenicity of an rAd26 and rAd5 vector-based heterologous prime-boost COVID-19 vaccine in two formulations: two open, non-randomised phase 1/2 studies from Russia. Lancet [Internet]. 2020;396(10255):887–97. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/S0140-6736(20)31866-3
44. COVID-19 Vaccine_ Sputnik V by Gamaleya Research Institute [Internet]. 2020. Available from: https://covidvax.org/covid19-vaccine/Gamaleya/Adeno-based—Sputnik-V-Gamaleya-Research-Institute
45. V.A. Simonovich, L.D, et al. A Randomized Trial of Convalescent Plasma in Covid-19 Severe Pneumonia. NEJM [internet]. 2020. [cited Dec 1st 2020]; DOI: 10.1056/NEJMoa2031304. Available from: A Randomized Trial of Convalescent Plasma in Covid-19 Severe Pneumonia | NEJM
46. Longo et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: Mc Graw-Hill; 2012. p. 143-147
47. Sadoff J, et al. Safety and immunogenicity of the Ad26.COV2.S COVID-19 vaccine candidate: interim results of a phase 1/2a, double-blind, randomized, placebo-controlled trial. MedRxiv [internet]. 2020 [cited Nov 1st2020]; https://doi.org/10.1101/2020.09.23.20199604. Available from: https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.09.23.20199604v1
48. Walsh EE, Frenck RW, Falsey AR, Kitchin N, Absalon J, Gurtman A, et al. Safety and Immunogenicity of Two RNA-Based Covid-19 Vaccine Candidates. N Engl J Med. 2020;1–13.
49. Mulligan MJ, Lyke KE, Kitchin N, Absalon J, Gurtman A, Lockhart S, et al. Phase I/II study of COVID-19 RNA vaccine BNT162b1 in adults. Nature [Internet]. 2020;586(7830):589–93. Available from: http://dx.doi.org/10.1038/s41586-020-2639-4
50. Pfizer. PFIZER AND BIONTECH DOSE FIRST PARTICIPANTS IN THE U.S. AS PART OF GLOBAL COVID-19 MRNA VACCINE DEVELOPMENT PROGRAM. Pfizer [internet]. 2020. [cited Oct 28]. Available from: Pfizer and BioNTech Dose First Participants in the U.S. as Part of Global COVID-19 mRNA Vaccine Development Program | Pfizer
51. Wikipedia Contributors. Novavax. Wikipedia [internet]. 2020 [cited Nov 25th 2020]. Available from: Novavax – Wikipedia
52. Kaur SP and Gupta V. COVID-19 Vaccine: A comprehensive status report. Elsevier [internet]. 2020 [cited Nov 15th2020]; https://doi.org/10.1016/j.virusres.2020.198114. Available from: COVID-19 Vaccine: A comprehensive status report (nih.gov)
53. Keech C, Albert G, Cho I, Robertson A, Reed P, Neal S, et al. Phase 1–2 Trial of a SARS-CoV-2 Recombinant Spike Protein Nanoparticle Vaccine. N Engl J Med. 2020;1–13.
54. AFP Reporters. Moderna vaccine results ‘stunningly impressive’: Fauci. AFP [internet]. 2020 [cited Dec 3rd 2020]. Available from: Anthony Fauci: Moderna vaccine results ‘stunningly impressive’ | World News – Times of India
55. Jackson LA, Anderson EJ, Rouphael NG, Roberts PC, Makhene M, Coler RN, et al. An mRNA Vaccine against SARS-CoV-2 — Preliminary Report. N Engl J Med. 2020;
56. Miller JM. Mrna-1273 clinical development program. Moderna [internet]. 2020. [cited Nov 26th 2020]. Available from:mRNA-1273 Clinical Development Program (modernatx.com)
57. Vaccination DHF Profit or Loss? T. Mudwal http://dhf-revolutionafankelijkheid.net/artikel-24-vaccination-dhf-profit-or-loss/58. Zika Virus (The Fake Ghost), Taufiq Muhibbuddin Waly, http://dhf-revolutionafankelijkheid.net/category/artikel-45-zika-virus-the-fake-ghost/