Bismillaahirrohmaanirrohiim
Penutupan Masjid, Larangan Solat Idul Adha Dan PPKM
dr.Taufiq Muhibbuddin Waly, Sp.PD
COVID-19 adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Begitulah kesepakatan orang-orang pintar di atas dunia ini. Kesepakatan yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat seluruh dunia.
Oleh karena penyakit tersebut ditularkan melalui percikan dahak, maka wajarlah apabila berkerumun di antara manusia, harus dihindarkan. Bahkan bila kasus penyakit berbahaya dan mematikan itu, meningkat sangat cepat, maka interaksi antar manusia harus dipaksa untuk dikurangi. Itulah yang disebut dengan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan tingkat tertinggi adalah Lockdown.
Saat ini indonesia melakukan PPKM darurat sampai tanggal 20 Juli 2021. Dimana kebijaksanaan yang dilakukan diantaranya adalah menutup tempat ibadah dan membatasi kegiatan pasar/mall sampai jam 20:00. Pengunjung pasar/mall itupun, dibatasi sampai 50% saja.
Dengan kebijakan seperti itu, pada pendapat saya, semua pemuka agama seyogyanya mengajukan banding. Sayangnya hanya pemuka agama atau ulama Islam saja yang mengajukan banding. Kenyataan ini menunjukan hanya agama Islam saja, yang benar-benar serius, dalam memikirkan kehidupan setelah dunia ini selesai.
Para ulama Islam itu, mengajukan banding karena waktu berada di masjid hanyalah sebentar saja. Paling lama adalah setengah jam. Karena solat ada 5x sehari, maka kerumunan di masjid adalah paling lama 2,5 jam saja. Begitupun dengan solat Jum’at. Acara itu paling lama hanya 1 jam saja. Lain halnya dengan berkerumun di pasar atau mall. Berkerumun dapat dilakukan mulai jam 09.00 pagi (saat bukanya mall dan pasar) sampai dengan jam 20:00 malam Atau selama 11 jam sehari. Dan tidak mungkin membatasi pengunjung hanya 50% saja. Bila dibandingkan solat Idul Adha (yang jatuh pada akhir dari PPKM yaitu tanggal 20 Juli 2021) maka dipastikan kerumunan pada solat Idul Adha lebih sedikit ketimbang kerumunan di mall atau pasar. Waktu yang terpakai untuk acara solat Idul Adha itupun tidak lebih dari 1 jam.
Pada hemat saya, banding yang dilakukan oleh sebagian ulama Islam itu adalah cukup moderat. Cukup moderat, karena sebenarnya secara implisit, para pemuka agama Islam itu bersedia untuk di tutup masjidnya secara total sampai dengan tanggal 20 Juli 2021, bila pasar/mall pun diberlakukan hal yang serupa (terjadi Lockdown).
Hal seperti itu pasti akan ditolak oleh sebagian ulama Islam lainya. Bahkan usulan sebagian ulama Islam untuk tetap membuka masjid dengan waktu yang terbatas itupun akan ditolak oleh sebagian ulama Islam lainya. Karena keyakinan mereka bahwa tho’un yang terjadi pada zaman nabi Muhammad atau sahabat, lebih dahsyat dari COVID-19. Tapi tidak ada perintah untuk menutup masjid dan solat secara renggang. Perintah yang ada adalah penduduk yang berada di wilayah tertimpa tho’un, jangan keluar dari wilayah tersebut. Sedangkan yang dari luar wilayah, jangan masuk ke wilayah yang tertimpa tho’un tersebut.
Apa pendapat saya tentang PPKM yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi itu?
Dasar dari PPKM itu adalah keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan kedokteran bahwa COVID-19 adalah penyakit ganas yang mematikan. Bila itu dapat dipatahkan, maka tidak ada PPKM. Berita-berita yang menakutkan tentang COVID-19 akan hilang juga. Walaupun demikian jika saya renungkan lebih dalam lagi sebenanya berita-berita itulah penyebab utama paniknya masyarakat. Paniknya masyarakat yang berujung pada tingginya angka kematian di rumah sakit. CD 4 akan menurun pada keadaan panik. Dan ini akan menyebabkan antibodi yang terbentuk tidak maksimal. Dilain pihak over load rumah sakit akibat kepanikan itu terjadi dengan cepat. Sehingga sesungguhnya kepanikan dari masyarakat yang dipicu oleh berita-berita yang menakutkan dari media-media terutama media mainstream adalah penyebab utama adanya PPKM. Bukan karena kebenaran pengetahuan ilmu kedokteran. Kalaupun kebenaran ilmu pengetahuan tentang COVID-19 yang saat ini diakui, dapat dipatahkan, belum tentu hal tersebut akan diberitakan oleh media-media terutama media mainstream. Sehingga kegelapan tentang COVID-19 tidak pernah terungkap pada seluruh masyarakat di bumi. Siapa yang berkuasa atas media terutama media mainstream maka dialah yang menentukan kebenaran.
Untuk melawan pengaruh daripada media mainstream tersebut seyogyanya pemerintahan-pemerintahan di atas dunia ini mempromosikan secara besar-besaran suatu diskusi terbuka antara para dokter yang mengakui kebenaran WHO dan yang tidak mengakuinya. Karena Musa AS, bukanlah orang terpintar yang ada pada zamanya. Khaidir AS lah yang terpintar pada zaman nabi Musa tersebut. Jin ifrit yang sangat kuat pada zaman Sulaiman AS, ternyata bukanlah yang terkuat. Ada manusia yang terlihat biasa saja, ternyata dia lebih kuat dari jin ifrit. Jin ifrit, dapat memindahkan istana ratu Balqis sebelum Sulaiman berubah posisi dari duduk ke berdiri. Tetapi manusia yang terlihat biasa saja itu dapat memindahkan istana ratu Balqis dalam tempo sekejap mata Sulaiman saja.
Selalu ada kemungkinan akan kebenaran yang lebih tinggi. Karena Allooh Tuhan semesta alam itulah sesungguhnya sumber kebenaran tertinggi. Not The Singer But The Song. Tergantung pada Dzat Allooh untuk memberikan Song pada siapapun yang Dia kehendaki. Dengan demikian sudah semestinya para ilmuan berlomba-lomba untuk mendiskusikan Song yang mereka dapatkan.
Dengan dasar apa yyang saya kemukakan diatas, maka saya memberanikan diri untuk mengirimkan tulisan-tulisan saya tentang Covid-19 pada WHO, PBB, dan orang-orang pintar di negara Indonesia ini. Dimana inti dari ilmu yang saya dapatkan adalah, COVID-19 setingkat dengan penyakit flu. Stop vaksinasi COVID-19, karena tidak berguna. Kekebalan terhadap infeksi COVID-19, tidak akan terjadi walaupun orang itu divaksinasi berkali-kali dan apapun mereknya. Bahkan vaksinasi COVID-19, berpotensi membahayakan manusia. Bahaya yang dapat terjadi secara cepat ataupun lambat. Sayangnya ilmu yang saya dapatkan itu tidak difasilitasi oleh pemerintah untuk diuji kebenarannya. Yaitu diadakannya acara diskusi terbuka bersama dengan para pakar COVID-19 yang berkiblat pada WHO. Padahal bila ilmu saya adalah benar, maka tidak ada alasan bagi Indonesia dan dunia, untuk terus berada dalam penjajahan COVID-19. Kembalinya kehidupan manusia secara normal seperti sebelum COVID-19 dapat dimulai sesegera mungkin.
REFERENSI :
1. Berita-berita tentang PPKM
2. CoVID-19: AZAB ALLOOH PADA DUNIA ATAU DUNIA MENGAZAB DIRINYA SENDIRI. Available : https://dhf-revolutionafankelijkheid.net/covid-19-azab-allooh-pada-dunia-atau-dunia-mengazab-dirinya-sendiri/
3. AGAMA COVID-19, VAKSIN DAGELAN DAN VAKSIN HORROR(Lawan Penjajahan COVID-19) Available : https://dhf-revolutionafankelijkheid.net/artikel-56-agama-covid-19-vaksin-dagelan-dan-vaksin-horror-lawan-penjajahan-covid-19/
4. Klinisi Dicucuk Hidungnya? (Bangkitlah Internist Sedunia). Available : https://dhf-revolutionafankelijkheid.net/artikel-64-klinisi-dicucuk-hidungnya-bangkitlah-internist-sedunia/
5. Kerumunan Sungai Gangga, Nilai CT RT-PCR dan Mutasi Virus SARS COV 2 (Out of Box Thinking). Availale : https://renungan-tmudwal.com/kerumunan-sungai-gangga-nilai-ct-rt-pcr-dan-mutasi-virus-sars-cov-2-out-of-box-thinking/’