Artikel 33 – Manfaat Cara Diagnosa Infeksi Virus Dengue Berdasar Kombinasi Kriteria WHO 2009 dan Teori T. MUDWAL

 

Dr. H. Taufiq Muhibbudin Waly, Sp.PD

Musim hujan dan musim banjir telah tiba. Suatu keadaan yang juga secara otomatis menjadi musim bagi meningkatnya penyakit DBD. Suatu penyakit yang sulit sekali di berantas dengan adanya dua musim tersebut. Ekosistem yang buruk, kebodohan, dan kemiskinan menambah lagi kesulitan itu. Suatu penyakit yang di katakan oleh seorang pakar kesehatan dari John Hopkins sebagai penyakit kutukan Tuhan atau penyakit setan (devil disease)(1) . Bahkan apabila benar apa yang di katakan T. Mudwal bahwa dasar patogenesis dan patofisiologi utama dengue infection adalah hipersensifitas, maka bagi negara-negara Asia tenggara dan sekitarnya, penyakit tersebut benar-benar dapat menjadi kutukan Tuhan. Kutukan oleh karena dia akan sering terkena sepanjang hidupnya dengan segala macam manifestasi dari infeksi dengue(2).

WHO mengestimasi bahwa secara potensial DBD dapat menyerang 2,5 Milyar atau 2/5 dari seluruh jumlah penduduk bumi, dan mengenai lebih dari 100 negara di dunia (World Potential Dengue Infected/WPDI)(3, 4). Walaupun demikian WHO mengestimasi hanya 2% saja dari WPDI yang benar-benar terkena DBD (± 50 Juta jiwa/World Dengue Infection/WDI)(3). Estimasi yang jelas di dasarkan pada kriteria diagnosa DBD WHO tahun 1997. Dengan kriteria tahun 1997 itu pun WHO mengestimasi bahwa pasien yang di rawat di rumah sakit oleh karena DBD hanya 2% dari WDI (± 500 Ribu orang/World Dengue Hospitalisazion Infection/WDHI)(3). Sedangkan angka kematian di dunia sampai dengan 2009, WHO tidak dapat mengestimasikannya. Sebab angka kematian hanya dapat di ketahui dari laporan pasien-pasien yang di rawat di rumah sakit. WHO hanya mengatakan bahwa bisa berada di bawah 1% atau lebih dari 20%, tergantung bagaimana pasien tersebut mendapatkan pengobatan. Sebagian jurnal mengatakan bahwa kematian pasien DBD didunia setiap tahun berkisar 21.000 – 30.000(1, 4, 5, 6, 7, 8). Jumlah 21.000 – 30.000 itu identik dengan 5% WDHI (5% x 500.000=25.000). Selain itu WHO mengatakan bahwa DBD 70%nya terjadi di negara-negara yang di anggap hiperendemis dengue (1,75 Milyar). Negara-negara tersebut adalah Indonesia, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapura, Brunei, Myanmar, Kamboja, Vietnam, Laos, Timor Leste, India, Bangladesh dan Pakistan.

Masalahnya adalah apakah estimasi DBD oleh WHO itu akurat atau tidak? Untuk menjawab itu kita harus membahas kelemahan diagnosa DBD dengan berpegang pada kriteria WHO tahun 1997.

Kriteria diagnosa DBD berdasar WHO tahun 1997(5)

  1. Adanya panas 2-7 hari.

  2. Adanya manifestasi pendarahan, minimal bila dilakukan tes bendungan dengan tensi meter (Rumple lead test), hasilnya positif yaitu di temukan ptekhia > 10 pada diameter 2,8 cm pada lipatan siku atau lengan bawah bagian depan.

  3. Harus ada trombositopenia (trombosit < 100.000 /mm2)

  4. Adanya kenaikan hematokrit > 20% beradasar standar umur, jenis kelamin (Indonesia belum sepakat untuk masalah standar ini). Atau kenaikan hematokrit ini di anggap 20% bila setalah di terapi cairan di rumah sakit hematokrit nya turun 20% daripada sebelum diberikan cairan.

FENOMENA GUNUNG ES

fenomenagununges-ind

Dari gambaran tersebut, terlihat bahwa estimasi WHO yang mengatakan penderita DBD dunia hanya ± 50 Juta jiwa pertahun dalam arti hanya 2% dari WPDI (puncak gunung es) adalah sangat rendah. Seorang dokter tidak akan berani mendiagnosa DBD bila:

  1. Panas belum 2 hari, betapapun jumlah trombosit telah mencapai 90.000 dan test Rl +. Bahkan banyak yang tidak melakukan tes Rl, karena panas belum 2 hari. Sebagian besar pasien akan di pulangkan dengan diagnosa yang tidak jelas.

  2. Pada pasien panas 2-7 hari tetapi trombosit belum turun di bawan 100.000 /mm3 , seorang dokter pun tidak berani mendiagnosa DBD betapapun tes Rl nya +. Bila pasien itu dirawat dan selama perawatan, tidak pernah turun trombositnya menjadi < 100.000/mm3 , maka diagnosa yang paling tinggi adalah demam dengue (bukan DBD) betapapun serologi dengue nya +. Bila serologi dengue nya -, maka diagnosa pasien pulang menjadi tidak jelas. Bahkan banyak internis tidak berani menegakkan diagnosis DBD bila mereka tidak menemukan adanya manifestasi perdarahan yang positif (minimal Rl +) betapapun trombosit telah turun di bawah 100.000 dan test serologi Dengue positif (sesuai kriteria DBD WHO tahun 1997)

  3. Pasien panas 2-7 hari tetapi tidak mau di rawat, Rl tes +, trombosit 170.000 /mm3 dipastikan bahwa diagnosa pasien tersebut bukanlah DBD, betapapun pasien telah mengatakan bahwa trombositnya biasanya berkisar 300.000an bila dia dalam keadaan sehat. Pengertian bahwa tes Rl yang positif menunjukkan kerapuhan kapiler dan merupakan tes yang sangat signifikan untuk DBD belum di pahami benar. Penyakit panas non DBD biasanya baru memberikan gejala tes Rl yang positif bila penyakit panas tersebut telah berlangsung lebih 7 hari atau pasien tersebut menderia DM (mikroangiopathi) atau kurang gizi/defisiensi vitamin C.

  4. Sering terfokusnya dokter pada pemeriksaan serologi, atau tertarik pada hasil laboratorium yang aneh-aneh yang sering terjadi pada pasien DBD.

Pada buku naskah lengkap pertemuan ilmiah tahunan ilmu penyakit dalam FKUI tahun 2011, halaman 364-365, kita dapat membaca bagaimana kesalahan tersebut dilakukan oleh calon internis dengan mengabaikan diagnosa DBD, pada seorang wanita umur 25 tahun panas 3 hari, dengan trombositopenia dan lekopenia, hanya berdasarkan serologi tes dengue yang negatif pada hari ke-3(9). Tidak terlihat dilakukannya tes Rl pada pasien tersebut. Adanya SGOT dan SGPT yang tinggi (110 dan 144) yang menyebabkan mereka mengabaikan DBD. Kelemahan pada pemahaman DBD dan begitu seringnya kata-kata yang dikeluarkan oleh pakar DBD, bahwa DBD adalah self limiting disease, adalah dasar dari segala blunder itu. Infeksi dengue pada manusia tidak dapat di katakan self limiting disease. Sebab yang dinilai hanyalah pasien yang berada pada puncak gunung es saja, yang maksimal hanya ± 10% dari keseluruhan manusia yang terinfeksi dengue. Pasien yang di rawat itu pun tidak dapat di katakan self limiting disease. Sebab pada pasien tersebut di berikan cairan yang adequate dan istirahat yang cukup. Sedangkan 90% pasie yang terinfeksi dengue dan tidak di rawat, kita tidak tahu nasibnya (tidak ada data).

  1. Sulitnya menegakkan diagnosa DBD beradasar WHO 1997, menyebabkan diagnosis chikungunya menjadi melonjak. Padahal tes serologi, apalagi isolasi virus chikungunya tidak di lakukan, karena sulit dan mahal. Akibatnya sering terjadi pasien panas 2-7 hari, trombosit 130 ribu, tes Rl positif, tetapi mengalami sakit-sakit tulang yang hebat di diagnosa sebagai chikungunya. Bahkan 1 – 2 tahun belakangan ini ada beberapa senter pendidikan yang menyatakan jarang ketemu pasien DBD, yang terbanyak justru chikungunya.

Dengan alasan-alasan diatas jelas bahwa diagnosa DBD beradasarkan kriteria WHO tahun 1997 menyebabkan banyaknya kasus DBD yang hilang atau tidak terdiagnosa. Bila kasus-kasus yang hilang itu dihitung semua maka angka WDI/WDHI seharusnya lebih tinggi. Jadi WDI mungkin akan meningkat 10% dari WPDI. WDHI akan meningkat 10% dari WDI. Angka kematian secara persentase bisa saja tetap 5% dari WDHI, tetapi dengan jumlah WDHI yang meningkat maka jumlah kematian pun akan jauh lebih besar walaupun tetap 5% dari WDHI.

Contoh perhitungan pada negara-negara hiperendemis dengue.

  • WPDI 2,5 Milyar -> WPDI daerah hiperendimis 70% (sesuai estimasi WHO/1,75 Milyar)

  • WDI daerah hiperendemis : 175 Juta (10% WPDI)

  • WDHI daerah hiperendemis : 17,5 juta jiwa (10% WDI)

  • Angka kematian : 5% x WDHI = 5% x 17,5 juta jiwa = 875.000 orang dari 1,75 Milyar penduduk daerah hiperendimis dengue. Dimana data itu kebanyakan berasal dari rumah sakit. Berapa banyak orang yang meninggal karena dengue infection yang tidak di rawat di rumah sakit?KITA TIDAK PUNYA DATA.

Contoh perhitungan untuk Indonesia(10)

Data tahun 2008, dari 240 juta jiwa penduduk Indonesia (Indonesia Potential Dengue Infected/IPDI) di dapatkan hanya 101.656 orang yang menderita DBD (Indonesia Dengue Infection/IDI) dan hanya 737 orang yang meninggal. Dengan cara perhitungan yang sama seperti di atas, maka angka estimasi DBD untuk Indonesia yang lebih logis adalah

  • IPDI : 240 juta jiwa

  • IDI : 24 juta jiwa (10% IPDI)

  • IDHI : 2.400.000 (10% IDI)

  • Angka kematian : 5% x IDHI = 5% x 2.400.000 = 120.000 orang. Angka tersebut adalah angka kematian yang datanya kebanyakan berasal dari rumah sakit atau sebenarnya angka kematian akibat infeksi dengue jelas jauh lebih besar lagi.

Dengan alasan-alasan diatas maka WHO merasa perlu untuk membuat revisi dari kriteria diagnosa DBD tahun 1997 itu. Suatu hal yang memang harus di lakukan WHO, mengingat seorang bisa saja terinfeksi virus dengue tetapi hanya memberikan gejala klinis yang ringan saja (dasar gunung es), dan dalam tempo yang sangat cepat orang tersebut dapat mengalami kematian (puncak gunung es). Dimana berdasar WHO tahun 2009, seseorang cukup menderita panas 1 hari dan mempunyai 2 gejala klinik untuk dicurigai menderita infeksi dengue.

DHF-by-WHO

Komentar terhadap revisi diagnosa WHO untuk DBD tahun 2009.

Arti probable dengue untuk daerah hiperendemis dengue seperti Indonesia adalah menganggap sudah sepantasnya semua pasien panas ≤ 7 hari disebabkan oleh karena virus dengue sampai dengan dibuktikan bukan. Karena itu pemeriksaan tes bendungan harus selalu di lakukan. Bila tes Rl positif, seperti yang saya katakan di depan maka hampir di pastikan bahwa infeksi dengue sajalah yang menyebabkan itu. Tetapi bila hasilnya negatif tanda-tanda lain seperti mual, muntah, nyeri perut, lekopeni, adalah sangat terlalu umum. Karena itu tes Rl harus di pertajam pemeriksaanya, begitu juga dengan maksud any warning sign seperti yang ditulis pada kriteria WHO 2009(11).

  1. Penajaman pada tes Rl

Bila test Rl hasilnya negatif, maka setengah jam kemudian coba di lihat lagi apakah tes Rl telah berubah menjadi positif. Bila tetap negatif, coba tes Rl di lakukan pada tangan yang lain. Bila tetap negatif lakukan tes Rl setiap 8 jam selama 2 hari perawatan di rumah sakit.

  1. Penajaman pada any warning sign

Lihat hasil darah rutin.

Dianggap disebabkan oleh infeksi dengue sampai dengan dapat di buktikan bukan bila:

  • Trombosit < 150.000 atau trombosit telah mendekati 150.000 /mm3 (misalnya ≤ 170.00/mm3) adanya gambaran pansitopenia, penurunan jumlah trombosit secara signifikan (≥ 50.000), diff count limposit ≤ 20%, diff count monosit ≤ 3%. Hb > 14% dan Ht > 42% (pada orang Indonesia < 60 tahun). Hb > 15gr% dan Ht > 45% (orang Indonesia > 60 tahun), Ht/Hb > 3x.

  • Cek limposit plasma biru. LPB > 1 % dikatakan positif.

  1. Bahkan pada pasien yang tidak panas, kita harus mencurigai adanya infeksi dengue, bila tanda-tanda yang saya katakan di atas dapat di temukan. Sebab seperti yang di perlihatkan pada fenomena puncak gunung es, seseorang dapat saja tanpa gejala panas, tetapi dalam tempo yang sangat singkat dia akan mencapai puncak gunung es.

  2. Setiap pasien shock hipovolemik harus di fikirkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Sebab pada infeksi dengue dapat terjadi aktifasi kinin, aktifasi komplemen C3 A, C5 A, yang semuanya itu dapat memberikan shock yang hebat tanpa harus adanya perdarahan atau keluarnya cairan yang hebat (diare, muntah,sb).

Contoh Kasus

Ny. D 80 tahun

BAB / mencret selama 2 hari dengan frekuensi lebih dari 10 kali sehari, konsistensi cair, darah (-),lendir (-). Badan panas 2 hari ini siang dan malam mual,muntah (+) masih bisa makan dan minum walaupun sedikit, Keluhan lain tidak ada.

Pemeriksaan fisik Tgl 17 Februari 2011

Tensi :110/70,S: 38˚C,N: 100x/menit, RR: 20x/menit,Rumple leed: (-)

Laboratorium :

Hb:12,3,Leuco:4.300,Trombo:153.000,Erytrocyt:3,8,Hematocryt 36,

Diff:0/0/0/89/8/3,Glukosa:57,Ureum:71,Creatinin:1,2,SGOT:29,SGPT:18,Bilirubintotal:0,8,natrium:138,kalium:2,7

CL:107,

Calcium:8,4

Dangue blood : IgG(-) , IgM(-)

WIDAL

S.Ty.O :1/320, S.P.Ty.AO: 1/80

S.P.Ty.BO: (-), S.P.Ty.CO; (-)

S.Ty.H; (-), S.p.Ty.Ah: (-)

S.P.Ty.BH: 1/320, S.P.Ty.CH: (-)

Secara kriteria WHO tahun 1997, jelas orang tersebut tidak terpikirkan menderita DBD. Seara kriteria WHO tahun 2009 masih dapat di pikirkan adanya probable dengue berdasarkan :

  • Tinggal di daerah hiperendemis (Indonesia)

  • Panas positif 2 Hari

  • Mual positif, muntah positif

  • Lekopenia positif

Karena adanya pemikiran tersebut maka, dilakukanlah tes ulang Rl, ternyata memberikan hasil yang positif. Kemudian dilakukan pemeriksaan ulang darah rutin, ternyata trombosit makin menurun (129.000/mm3)

Tn B ( 80 tahun )

Datang ke RS tanggal 3 maret 2011 pkl. 22.00 wib, oleh karena badan panas sejak pagi hari ( pkl 09.00 wib pagi ). Pasien tanggal 27/2/11 s/d 28/2/11 baru saja di rawat di RS oleh karena sindrom dispepsia dan hipertensi.

Pulang dari RS dengan obat – obatan :

Amlodipine tablet 1 x 5

Omeprazole capsul 1 x 40 mg

Ondansentron tablet 2 x 4 mg

Clobazam 1 x 1 ( malam )

Jadi pasien ini baru 3 hari di rumah telah di rawat kembali.

Pemeriksaan fisik tgl 3/3/2011 di IGD :

Tensi : 150/80, Nadi : 100 x / menit,RR : 22 x /menit, S : 38,6 C, Rumple leed ( + )

Laboratorium :

Hb : 14,4 mg /dl, leukosit : 13.200/ mm3, trombosit : 136.000/mm3, Eritrosit : 5,1 jt /mm3, Ht: 43 gr%, diff count ; 0/0/1/94/5/0

Dengue Blot : igG ( + )

igM ( – )

Jelas pada kasus tersebut, baik kriteria WHO tahun 1997 atau 2009 akan sepakat bahwa pasien tersebut menderita dengue infection. Walaupun pada kriteria tahun 1997 diagnosanya bisa saja belum sampai DBD, tetapi suspect dengue (karena trombosit belum turun < 100.000 /mm3). Tetapi masalahnya ialah pada saat pasien di rawat tanggal 27 februari sampai dengan 28 februari 2011, maka tidak ada dari 2 kriteria itu yang berani mengatakan bahwa pasien tersebut sedang mengalami infeksi dengue (oleh karena tidak ada panas pada pasien tersebut pada saat tanggal tersebut). Tetapi bila kita memakai kriteria T. Mudwal, tentang penajaman any warning sign maka pada tanggal 27/02/11 atau 28/02/11 kita telah dapat menyatakan bahwa orang tersebut menderita dengue infection atau sindrom dispepsia yang di provokasi oleh karena adanya dengue infection

Tanggal 27/2/11                  Tanggal 28/2/11

Hb : 11,8                               Hb : 12,9

L : 6800                                 L : 8.000

E : 4 jt                                   E : 4,4 jt

Ht : 34                                  Ht: 36

Dfe: 0/0/0/70/22/8             Dfe:0/0/0/72/21/7

                        Tr : 164.000                         Tr : 152.000

Tn. P 16 tahun ,masuk rumah sakit jam 19.30 Kejang-kejang 15x sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit . Kejang ± 5 menit, disertai tidak sadar pada saat kejang. Jam 16.00, Os merasakan tubuhnya dingin,pegal-pegal,nyeri kepala bagian belakang yang terus menerus,mual dan nyeri perut kiri atas,dan sesak nafas. Tidak ada riwayat dirawat dan tidak ada penyakit apapun sebelumnya. Sehari sebelum kejang mengeluh batuk kering. Menyangkal demam,mimisan dan pendarahan gusi

Pemeriksaan fisik tgl 28 November 2010

Tensi:100/palpasi, Nadi:100x/menit reguler equal,isi cukup,

RR:24x/menit, S:36,8ºC, Compos Mentis, Rumple leed: (-)

Laboratrium tgl 29 November 2010

Hb:9,8 , Leukosit:900, Trombosit:34.000, Eritrosit:3,4 , Ht:32, Diff count: 0/0/0/75/18/7, SGOT:23, SGPT:9, Bilirubin:1,2, Ureum:22mg, Creatinin:0,5, NA:142, K:3,9 , CL:104 , Ca:8,2

IgM(+), IgG(+), CT Scan edema cerebri

Ini satu contoh bagaimana pasien tanpa panas, hanya gejala klinik ringan-ringan saja (pegal-pegal, nyeri kepala) atau berada pada dasar gunung es tiba-tiba naik langsung menjadi puncak gunung es (tak sadar). Secara WHO 1997 dan 2009 jelas tidak dapat di katakan adanya infeksi dengue (oleh karena tidak ada panas). Melihat hasil laboratorium yang ada tidak ada keraguan bahwa laboratorium menunjukkan adanya infeksi dengue. Dimana terlihat IgG yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah terinfeksi virus dengue dan mungkin terulang lagi saat ini. Dan IgM yang positif kemungkinan 3 bulan terakhir pasien terkena infeksi dengue juga. Bangkrutnya sumsum tulang dalam memproduksi sel darah merah, sel darah putih, trombosit, dan serangan ke otak, merupakan manifestasi dari penyakit dengue. Sesuai dengan teori hipersensitifitas tipe III (Rapid Spread of Immune Complexes More Dangerous than the wild virus). Pasien sembuh sempurna setelah pengobatan dengan kortikosteroid dosis tinggi selama 5 hari perawatan, kejang negatif, semua sel darah kembali pada jumlahnya yang normal. Kasus itu juga menunjukkan bahwa pada orang yang hipersensitif, infeksi dengue dapat terjadi berulang kali (dapat seumur hidup)(11)

KESIMPULAN

Kriteria WHO tahun 2009, memang menyebabkan dasar gunung es telah terlihat, tetapi belum maksimal. Dengan mengkombinasikan kriteria WHO tahun 2009 dan kriteria T. Mudwal, maka diharapkan seluruh dasar gunung es akan terlihat sehingga kematian atau squelle yang di sebabkan oleh karena adanya infeksi dengue, baik dengan panas atau tanpa panas dapat di tekan serendah mungkin

KRITERIA WHO 1997

who-1997

 

KRITERIA WHO 2009

who-2009

KRITERIA WHO 2009 + T.MUDWAL Theory

who+t.mudwal

DAFTAR PUSTAKA

  1. McGuire P. The devil disease : Dengue fever. The magazine of the John Hopkins Bloomberg school of public health. Spring 2010.

  2. Waly Taufiq M, Vaksinasi DBD Untung Atau Rugi?? : Kongres Nasional Perhimpunan Peneliti Penyakit Tropik & Infeksi Indonesia (PETRI) XVIII. Aceh, Juni 14-16 2012;144-150

  3. WHO. Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control. A joint publication of the WHO and the special programme for research and training in tropical disease, 2009

  4. Mercola. bone crushing dengue fever much greater threat than swine flu. articles.mercola.com

  5. WHO. Dengue hemorrhagic fever : Diagnosis, treatment, prevention and control. Second addition, Geneva : WHO, 1997.

  6. Dussart P, Labeau B, Lagathu G, Louis P, Nunes M R T, Rodrigues S G, Storck-Hermann C, Cesaire R, Morvan J, Flamand M, and Baril L. Evaluation of an enzyme immunoassay for detection of dengue virus NS1 antigen in human serum. Clinical and vaccine immunology, November 2006 ; 1185-1189.

  7. V Kumarasamy, K Chua S, Z Hassan, A Wahab A H, K Chem Y, M Mohamad, B Chua K. Evaluating the sensitivity of a commercial dengue NS1 antigen-capture ELISA for early diagnosis of acute dengue virus infection. Singapore Med J 2007 ; 48(7) : 669-673.

  8. Shu P Y and Huang J H. Current advances in dengue diagnosis. Clinical and diagnostic laboratory immunology July 2004 ; 642-650.

  9. Cindy, Andri Thewidya, Emon Winardi, Maisie M.E Johan. Naskah lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2011 ;364-365

  10. WHO Dengue status in south east asia region : An epidemiological perspective. WHO, 2008.

  11. T.Mudwal. Ringkasan Teori Hipersensitifitas Tipe III dan Penerapannya; www.dhf-revolutionafankelijkheid.net

  12. Waly Taufiq M, Again, Let’s Discuss about DHF Pathogenesis and Pathophysiology(The Effect of Rapid Spread of Immune Complexes Vs The Effect of Dengue Virus). www.dhf-revolutionafankelijkheid.net

Tulisan ini di kirimkan kepada :

  1. WHO

  2. Menteri Kesehatan Republik Indonesia

  3. Kedutaan Besar Thailand

  4. Kedutaan Besar Philipina

  5. Kedutaan Besar Malaysia

  6. Kedutaan Besar Singapura

  7. Kedutaan Besar Brunei Darusalam

  8. Kedutaan Besar Myanmar

  9. Kedutaan Besar Vietnam

  10. Kedutaan Besar Bangladesh

  11. Kedutaan Besar Kamboja

  12. Kedutaan Besar Laos

  13. Kedutaan Besar Timor Leste

  14. Kedutaan Besar India

  15. Kedutaan Besar Pakistan

  16. Harian Kompas

  17. Harian Republika

  18. Harian Media Indonesia

  19. Harian Tempo

  20. Harian Jawa Pos

  21. Harian Pikiran Rakyat

Filed under Artikel 33 - Manfaat Cara Diagnosa Infeksi Virus Dengue Berdasar Kombinasi Kriteria WHO 2009 dan Teori T. MUDWAL : Comments (0) : Mar 4th, 2013