Artikel 35 – Infeksi Dengue Sebagai Salah Satu Sebab Peningkatan Angka Kematian Ibu Hamil di Indonesia
Infeksi Dengue Sebagai Salah Satu Sebab Peningkatan Angka Kematian Ibu Hamil di Indonesia
Saya membaca dalam kompas (salah satu koran dengan oplah terbesar di Indonesia) beberapa hari belakangan ini selalu membicarakan angka kematian ibu hamil. Apabila saya telusuri bacaan tentang angka kematian ibu hamil, secara garis besar maka angka kematian ibu hamil adalah 14.360 kasus per tahun. Hal ini didapatkan berdasarkan jumlah kelahiran bayi hidup 4.000.000 orang per tahun dan jumlah kematian ibu hamil adalah 359/100.000 kelahiran bayi hidup. Di lain pihak apabila kita membaca angka kematian masyarakat Indonesia akibat infeksi dengue dalam artikel saya, “Manfaat Cara Diagnosa Infeksi Virus Dengue Berdasar Kombinasi Kriteria WHO 2009 dan Teori T. MUDWAL” pada situs www.dhf-revolutionafankelijkheid.net, maka didapatkan perkiraan angka kematian masyarakat Indonesia akibat infeksi dengue adalah 120.000 kasus per tahun (1/20% dari 240 juta rakyat Indonesia). Bila kita memperkirakan dari 120.000 orang tersebut itu 1%nya adalah ibu hamil, maka dengue infection menyumbang 1.200 kematian ibu hamil. Saya memperkirakan angka 1% adalah angka terendah, Kemungkinan besar dapat lebih dari itu. Karena WHO memperkirakan angka kematian infeksi Dengue berkisar 1-20% dari populasi, tergantung dari pengobatannya.
Penyebab kematian ibu hamil akibat infeksi dengue adalah sebagai berikut:
1. Masih merupakan patokan dari para ahli kandungan untuk melakukan operasi dengan trombosit >50.000 (karena itu adalah ilmu yang diterapkan dari literatur). Di lain pihak saya mengatakan bahwa trombosit pada penderita dengue adalah trombosit yang impoten. Trombosit yang tertempeli kompleks imun dapat terhitung jumlahnya normal secara laboratorium. Tetapi fungsinya untuk melakukan plug atau sumbatan pada perdarahan tidak maksimal. Saya mengatakan semua trombositopenia harus dikatakan disebabkan oleh infeksi dengue sampai dapat dikatakan bukan karena infeksi dengue. Termasuk juga apa yang dikatakan dengan HELLP sindrom dan Evan sindrom. Infeksi Dengue pada daerah hiperendemis Dengue sering menimbulkan manifestasi peningkatan SGOT, SGPT,LDH,anemia hemolitik secara bersamaan. Karena itu suatu operasi tidak dapat dilakukan sampai diyakini trombositopenianya bukan karena infeksi dengue.
2. Hampir seluruh ahli kebidanan dan dokter umum masih menggunakan patokan WHO tahun 1997, sehingga pada trombosit yang belum mencapai < 100.000 tidak dianggap DBD. Seharusnya mereka memakai patokan WHO tahun 2009 untuk diagnosa adanya infeksi dengue ini. Akibat dari pengabaian ini, pemeriksaan trombosit secara berkala dan pemberian cairan yang adekuat diabaikan.
3. Tidak memakai patokan dari teori saya untuk memprediksi adanya infeksi dengue pada pasien yang tidak panas. Dimana saya memprediksi adanya infeksi dengue bila ditemukan Ht/Hb >3x, limfosit count < 20%, monosit count < 3%, trombosit < 170.000, Hb usia 40 tahun > 14gr%, Hb usia 60 tahun > 15gr%, Ht usia 40 tahun > 42%, Ht usia 60 tahun > 45% (fenomena gunung es dalam infeksi dengue pada fase tidak sakit atau sakit ringan).
Bila ini diterapkan maka seorang ahli kandungan akan berfikir dahulu sebelum melakukan operasi cito sectio caesaria walaupun trombosit normal. Hal lain lagi adalah akibat pengabaian itu, diabaikannya pemberian cairan yang adekuat dan pemeriksaan trombosit yang berkala dimana semuanya itu pada akhirnya akan mengakibatkan banyaknya kematian pada ibu hamil.
4. Tidak memberikan kortikosteroid dosis tinggi pada pasien-pasien yang terdiagnosa adanya infeksi dengue baik berdasarkan kriteria WHO tahun 1997 atau tahun 2009. WHO belum merekomendasikan pemberian kortikosteroid pada pasien dengan infeksi Dengue. Padahal menurut saya secara teori, patofisiologi dan pathogenesis terkuat dari terjadinya infeksi dengue adalah reaksi hipersensitivitas tipe 3 (lihat situs saya, www.dhf-revolutionafankelijkheid.net, artikel 18, again let’s discuss about DHF pathogenesis and pathphysioloogy (the effect of rapid spread of immune complexes vs the effect of Dengue virus). Dan kalau itu diakui, maka pemberian kortikosteroid dosis tinggi harus dilakukan.
Dengan alasan itu saya berkeyakinan angka kematian ibu tidak akan pernah berhasil diturunkan bila apa yang saya katakan diabaikan. Indonesia adalah negara yang sangat sensitif terhadap virus dengue dan negara yang sangat buruk terhadap pengaturan ekosistemnya. Selain itu moral dari ahli kandungan harus tetap dijaga, dalam artian menyelamatkan nyawa ibu lebih didahulukan ketimbang menyelamatkan nyawa bayi. Demikian komentar saya terhadap masih tingginya angka kematian ibu di Indonesia. Semoga bermanfaat.
Presentasi Kasus:
Pasien G1POAO, umur 28 tahun, hamil 40-41 minggu (perkiraan persalinan, 14 Maret 2012). Datang ke IGD (18-3-2012) pada jam 19.00 dengan diagnosa kala 1 lama dan preeclampsia akut (hipertensi +, proteinuria +++, shock -), pasien mulai mengeluarkan cairan dan darah sejak pukul 06.00 18 Maret 2012. Riwayat hipertensi hanya terdeteksi saat memasuki umur kehamilan 9 bulan. Tanda vital ketika memasuki ruang kandungan, tensi:180/120, nadi: 79x/menit, respirasi: 22x/menit, suhu: 36,2o C, pasien dalam keadaan sadar. Pasien diterapi dengan prosedur preeclampsia akut yang dikombinasi dengan oksitoksin (diinfus melewati 2 jalur, tangan kanan: dextrose 5%+oksitoksin, tangan kiri: ringer laktat+MgSO4 40%). Pada 19 Maret 2012, pasien diputuskan untuk dilakukan prosedur caesar karena tidak ada perkembangan proses persalinan, tidak ada laporan nadi janin yang diberikan saat pasien masuk ke ruang operasi. Tanda vital yang diaamati sebelum SC (08.00, 19 Maret 2012) tensi: 190/100, nadi: 86x/menit, respirasi: 22x/menit, suhu: 37,3o C, denyut jantung janin: 142x/menit. Tanda vital yang diamati sesaat sebelum prosedur dilakukan di ruang operasi, tensi: 190/110, nadi: 99x/menit, suhu: 36,5o C. Operasi berlangsung sejak 10.30 hingga 11.30. pasien masuk ke ICU setelah operasi pada pukul 15.00 dengan tensi: 130/80, nadi: 150x/menit, respirasi: 28x/menit, suhu: 36,5o C. Dalam keadaan koma. Bayi lahir dengan selamat.
Laporan Laboratorium,
18/3/2012 (pre op) –> Urine:Protein ++++
Pemeriksaan Laboratorium 19/3/2012 (pre op)
Parameter | Hasil | Normal |
Hemoglobin | 11,7 | L :14-18 / P: 12-16 |
Lukosit | 11.000 | 5000-10000 |
Trombosit | 128.000 | 150.000-450000 |
Eritrosit | 4,1 | L: 4,6-6,2/ P:4,2-5,4 |
Hematokrit | 36 | L :40-54/P : 37-47 |
Basofil | 0 | 0-1% |
Eusinofil | 0 | 1-4% |
Neutrofil Band | 0 | 3-5% |
Neutrophil Segmen | 76 | 35-70% |
Limfosit | 17 | 20-40% |
Monosit | 7 | 2-10% |
Golongan Darah | O/+ |
Pemeriksaan Laboratorium (pasca operasi)
Parameter | Hasil | Normal |
Hemoglobin | 6,4 | L:14-18/ P:12-16 |
Leukosit | 21.800 | 5000-10000 |
Tromobosit | 66.000 | 150.000-450.000 |
Eritrosit | 2,2 | L:4,6-6,2 / P: 4,2-5,4 |
Hematokrit | 21 | L: 40-54/ P:37-47 |
Basofil | 0 | 0-1% |
Eusinofil | 0 | 1-4% |
Neutrofil Band | 0 | 3-5% |
Neutrofil Segmen | 75 | 35-70% |
Limfosit | 22 | 20-40% |
Monosit | 3 | 2-10% |
Diskusi
Apakah operasi cito pada pasien ini sudah benar???
Ada 2 hal yang menyebabkan operasi cito pada pasien ini bukanlah pilihan yang terbaik. Tensi dari pasien yang sangat tinggi dan trombositopenia pada pasien. Sangatlah masuk akal bila pada keadaan tersebut konsultasi pada spesialis penyakit dalam untuk menurunkan tensi ke level normal pada pasien ini sangatlah diperlukan. Meskipun tekanan darah pada pasien berada pada kisaran normal dan pasien mampu untuk melakukan operasi (sistolik ≤150 mmHg dan diastolic ≤90 mmHg) kemungkinan akan perdarahan berat pada pasien ini masih dapat terjadi karena trombositopenia. Adalah benar pada text-book disebutkan bahwa operasi dapat dilakukan bila trombosit >100.000/mm3 atau bahkan bila turun hingga 75.000/mm3 tapi hal ini hanya dapat dilakukan bila trombositopenia tersebut tidak disebabkan oleh demam Dengue atau dicurigai disebabkan oleh infeksi Dengue. Pada infeksi Dengue, kompleks imun (virus Dengue + antibodi) yang telah berikatan dengan trombosit akan dihitung sebagai jumlah yang normal oleh analis laboratorium. Tetapi trombosit yang dihitung normal tersebut tidak memiliki fungsi yang sama seperti trombosit yang normal karena mereka telah berikatan dengan kompleks imun. Sehingga trombosit tersebut tidak dapat melakukan tugan normalnya seperti pembekuan darah atau membuat sumbatan sebaik yang mereka dapat lakukan sebelumnya. Dan untuk Indonesia, pasien dengan trombositopenia harus selalu dipertimbangkan memiliki kemungkinan berasal dari infeksi Dengue sampai nanti dibuktikan sebaliknya. Situasi ini terjadi dikarenakan Idonesia adalah negara dengan tingkat endemic Dengue tertinggi di seluruh dunia.
Trombosit yang berjumlah 128.000 pada pasien ini, mungkin hanyalah memiliki kekuatan yang setara dengan 20.000 trombosit yang normal dalam hal fungsinya membentuk sumbatan trombosit. Hal ini menjadi jelas bahwa kita membutuhkan nilai normal dari kedua fungsi APTT dan PT dan hal-hal tersebut harus diperiksa 1 jam sebelum operasi. Pemeriksaan aktivasi Partial Thromboplastin Time, Prothrombin Time, Clotting Time, Bleeding Time bila dilakukan lebih dari 1 jam sebelum operasi dapat dianggap sebagai tidak berlaku lagi. Karena pada pasien infeksi Dengue, Trombosit dapat meningkat atau berkurang dalam waktu yang sangat cepat. Pada hal lain, gangguan pada fungsi hati sering terjadi pada pasien dengan infeksi Dengue. Dan pada pasien ini nilai GOT/GPT pasien adalah 142/65 (19 Maret 2012, pre-op). Demam dapat tidak terjadi pada pasien yang terinfeksi Dengue walaupun trombositopenia terjadi pada pasien ini. Hal ini disebabkan demam sendiri berasal dari jumlah asam arakidonat yang disekresikan oleh hipotalamus. Bila kerusakan pada system sirkulasi hanyalah minimal maka TNF dan IL1 yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan menjadi minimal juga, sehingga demam tidak akan terjadi. Kompleks imun yang dihancurkan pada sirkulasi dapat lebih jauh menyebabkan proses DIC menjadi lebih mudah terjadi. Perdarahan parah dan trombositopenia berat pada pasien setelah operasi dan pasien jatuh dalam keadaan syok adalah sangat jelas disebabkan oleh infeksi Dengue. Karena sebelum operasi selesai dilakukan, tidak ada perdarahan parah pada pasien. Trombositopenia yang disini berarti buruknya kualitas trombosit sebelum operasi itulah yang menyebabkan perdarahan parah pada pasien pasca operasi. Nilai kalsium tidak pernah meningkat (walaupun setelah pasien menerima koreksi maksimal) makin memperkuat alasan terjadinya infeksi dengue dan DIC yang kemudian diikuti oleh infeksi sekunder dari bakteri.
Saran
Semua pasien dengan kehamilan dan trombositopenia (<150.000/mm3) harus berani untuk tidak dilakukan tindakan operasi sebelum mengkonsultasikannya dengan internist. Kita harus ingat bahwa ibu hamil dengan trombositopenia walaupun tidak disertai dengan demam, ataupun tes Dengue blood yang negatif, tetap harus dicek kadar kalsium, APTT, PT, CT, BT, GOT, GPT, total bilirubin, serta sampel urin dari pasien tersebut.
Filed under Artikel 35 - Infeksi Dengue Sebagai Salah Satu Sebab Peningkatan Angka Kematian Ibu Hamil di Indonesia : Comments (0) : Jan 14th, 2014