Artikel 51 – Perbudakan Intelektual oleh Jurnal Internasional (bangkitlah para intelektual di negara -negara berkembang)

Cirebon, Indonesia
25 November 2018
Yang terhormat
Direktur UNESCO/ mentri pendidikan dari daerah tertinggal di seluruh dunia.

Salam sejahtera semuanya
Jurnal internasional telah memperbudak seluruh intelektual di dunia.Setiap tulisan yang bisa masuk jurnal internasional (khususnya jurnal internasional kelas satu) harus sesuai dengan standar yang mereka gunakan. Banyak tulisan yang mereka tolaki, tetapi ide dari para penulis itu mereka ambil dan mereka gunakan sebagai bahan penelitian mereka. Sayangnya para sarjana dari seluruh dunia setuju dengan perbudakan ini. Karena alasan diatas, saya berterimakasih atas ditemukannya mesin pencari yang disebut google. Kita bisa terkenal di dunia ini tanpa harus bertekuk lutut pada jurnal internasional. Ide – ide kita bisa dituangkan dengan bebas pada google. Bukanlah sesuatu yang mustahil bila ide – ide kita bisa menjadi realita di masa depan.
Situs saya DHF-revolutionafankelijkheid.net dikunjungi oleh hampir seluruh negara di dunia (148 negara sejauh ini).Tulisan saya pernah menjadi ranking pertama pada list google selama bertahun-tahun. Sebagai contoh jika kita mengetik “DHF pathogenesis and pathopsiology” tulisan itu selalu di tempat pertama dari ribuan artikel yang berbicara tentang DHF patogenesis dan ptofisiology (Silahkan di cek sejarah ranking artikel saya yg berjudul Again let’s discuss about Dhf pathogenesis and pathopsiology ). Hal yang sama juga terjadi pada artikel saya yang berjudul DHF and SLE”, ” controversy cortiosteroid in dhf , atau “DHF vaccination”. Tulisan saya tentang onomatopoeia bunyi jantung, sekarang menempati posisi ke empat dari 1530 000 (satu juta lima ratus tiga puluh ribu) artikel yang membahas tentang topik tersebut. Sehingga bukanlah sesuatu hal yang mustahil bahwa suatu hari nanti semua fakultas kedokteran dan dokter di seluruh dunia tidak lagi mengatakan bahwa bunyi jantung 1 adalah lup dan bunyi jantung 2 adalah dup.Tetapi Alloo sebagai bunyi jantung 1 dan hu sebagai bunyi jantung 2.
Walaupun demikian , setiap ilmuan di dunia ini masih dipaksa untuk memasukan tulisan mereka ke jurnal internasional.Karena para sarjana di seluruh dunia masih ragu untuk mengaplikasikan teori dari penulis ilmiah yang kurang terkenal , jika tulisan mereka belum muncul pada situs jurnal internasional teruata pada jurnal internasional klas 1.
Diskusi/koresponden saya dengan Professor Corales medina penulis dari “DHF pada buku Lange: Current Medical Diagnosis and Treatment” ( salah satu buku text book internasional untuk ilmu penyakit dalam) atau Professor R. Epstein salah satu Prefessor dari Harvard University membuktikan teori saya tentang infeksi DHF kemungkinan bisa saja benar. Secara implisit mereka mengakui tulisan saya tentang DHF, tetapi mereka tidak bisa membuat itu sebagai referensi karena belum masuk pada jurnal internasional.
Sistem pendidikan fakultas kedokteran di seluruh dunia termasuk Indonesia dan negara berkembang lain mengabaikan peringkat tulisan ilmuan yang menulis bebas di google. Jurnal internasional kelas tiga lebih dihormati ketimbang penulis rangking 1 di google. Dari penjelasan diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa jurnal internasional telah memperbudak para intelektual di seluruh dunia.
Sejatinya seorang intelektual yang bisa mencapai top 10 dari ratusan ribu tulisan ilmiah pada suatu penyakit tertentu di google, maka tidak bisa ditolak bahwa intelektual ini adalah intelektual kelas dunia, dan intelektual ini membuat negaranya bangga. Poin yang kedua, bukanlah suatu hal yang mustahil bahwa ide dari para penulis ilmiah ini bisa mwnjadi referensi oleh seluruh sarjana di dunia pada masa depan.
Dengan latar belakang tersebut, saya merekomendasikan UNESCO/ mentri pendidikan dari daerah tertinggal di seluruh dunia untuk mendorong para intelektual mereka untuk menulis di google. Seseorang yang telah membuat sesuatu yang baru bisa diberikan gelar doktoral jika tulisan nya telah mencai top 10 di google dengan jumlah minimal dari artikel yang membahas topik yang sama setidaknya mencapai 10 rb artikel. Sarjana ini juga harus memiliki situs ilmiah untuk tulisanya. Wajib baginya bahwa situsnya memiliki jumlah kunjungan minimal berasal dari 50 negara (+/- 25% total negara di dunia) . Jadi jika ada seatu yang baru yang diungkapkan oleh penusis, mencapai posisi top 10 di google, artikel yang membicarakan topik yang sama minimal adalah 10000 artikel dan situsnya telah dikunjungi minimal 50 negara,maka orang tersebut pantas diberikan gelar doktor internasional.
Memiliki situs sendiri adalah syarat wajib karena itu menunjukan ke dunia bahwa penulis sangat serius untuk menulis ilmunya dan dedikasi mereka pada topik spesifik. Jadi meskipun tulisan itu diletakan pada posisi pertama di google tetapi mereka tidak memiliki situs pribadi maka jelas gelar doktoral dunia tidak bisa diberikan, bahkan walau pun tulisan mereka ditempatkan pada jurnal internasional kelas pertama.
Jika tulisan nya ada di top 10 google dan jumlah artikelnya yang membahas topik yang sama minimal 50rb artikel dan total negara yang telah mengunjungi website nya lebih dari 100 negara (50% dari total negara di dunia) maka sarjana ini berhak diberikan gelar doktoral dengan status cumlaude.
Sementara itu seseorang pantas diberikan gelar professor jika dia bisa mencapai top 10 di google dan jumlah artikel yang membahas topik yang sama minimal 100rb artikel,.Situs ilmiahnya juga harus dikunjungi minimal 140 negara dari seluruh dunia (>70% total negara di seluruh dunia), Bila itu semua telah dioenuhi maka dia pantas diberikan gelar profesor kelas dunia,.Dan hanya orang itu yang dapat mencantumkan gelar profesor di depan namanya dan dipanggil sebagai seorang profesor kapanpun dia pergi ke setiap negara di seluruh dunia. Disebabkan dia telah mengajarkan ilmunya kepada para intelektual seluruh dunia tentang topik ilmiah yang spesifik.
Pada akhirnya saya katakan pada yang terhormat UNESCO/ mentri pendidikan dari daerah tertinggal di seluruh dunia bahwa setiap trik dan penipuan yang berkorelasi dengan pengaplikasian usulan saya ini, says yakini akan dengan mudah di ketahui oleh ahli IT di UNESCO/ mentri pendidikan dari daerah tertinggal di seluruh dunia.
Contoh trik yg tidak baik dari suatu artikel misalnya bila kita mengetik “LGBT No Way” dan ranking pertama yg muncul adalah artikel “NO GAY NO Way HOME”, maka kita yakin akan adanya trik dari artikel tersebut. Karena judul artikel tersebut tidak tepat berkorelasi dengan judul artikel yang dicari.Akibat diletakkan artikel NO Gay NO WAY Home sebagai ranking pertama ,maka artikel saya yang berjudul LGBT NO WAY akhirnya menjadi ranking ke 2 dari sekitar 121 juta artikel yg berjudul LGBT NO WAY..
Harapan saya,semoga tulisan ini bermanfaat .

Salam Hormat
T. MUDWAL ( Taufiq Muhibbudin Waly)

Dikirim juga ke :
1. Massachusets Institute of Technology (MIT)
2. Stanford University
3. Harvard University
4. California Institute of Technology
5. University of Cambridge
6. University of Oxford
7. University College London (UCL)
8. Imperial College London
9. University of Chicago
10. ETH Zurich
11. President Jokowi of Indonesia
12. Indonesian House of Representative
13. Education Minister of Indonesia
14. Research and Advanced Education Minister of Indonesia

Filed under Artikel 51 - Perbudakan Intelektual oleh Jurnal Internasional (bangkitlah para intelektual di negara-negara berkembang) : Comments (0) : Dec 2nd, 2018